Doamu Tak Kunjung Terkabul? Mungkin Ini Penyebabnya

Saudaraku, Semoga Allah menyayangi diriku dan juga dirimu…. Melakukan kesalahan dalam berdoa bisa menjadi salah satu penyebab sehingga doa tak kunjung terkabul. Mengenali berbagai kesalahan dalam berdoa merupakan salah satu bentuk ikhtiar agar Allah berkenan mengabulkan doa kita.

Saudariku, semoga Allah memberi ilmu yang bermanfaat kepada diriku dan juga dirimu…. Tahukah engkau apa saja kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam berdoa?

1. Menyepelekan kekhusyukan dan perendahan diri di hadapan Allah ketika berdoa.

Allah ta’ala berfirman,

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ


“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (Q.S. Al-A’raf:55)

Allah ta’ala juga berfirman,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَباً وَرَهَباً وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ


“Sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) segala kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (Q.S. Al-Anbiya’:90)

Seseorang yang berdoa seharusnya bersikap khusyuk, merendahkan diri di hadapan Allah, tawadhu’, dan menghadirkan hatinya. Kesemua ini merupakan adab-adab dalam berdoa. Seseorang yang berdoa juga selayaknya memendam keinginan mendalam agar permohonannya dikabulkan, dan dia hendaknya tak henti-henti meminta kepada Allah. Seyogianya, dia selalu ingin menyempurnakan doanya dan memperbagus kalimat doanya, agar doa tersebut terangkat menuju Al-Bari (Dzat yang Maha Mengadakan segala sesuatu), dan itu dilakukannya hingga Allah mengabulkan doa itu.

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits, yang sanadnya dinilai hasan oleh Al-Mundziri, dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian berdoa kepada Allah maka berdoalah kepada-Nya dengan penuh keyakinan bahwa doa tersebut akan dikabulkan. Sesungguhnya, Allah tidaklah mengabulkan doa seorang hamba, yang dipanjatkan dari hati yang lalai.”

2. Putus asa, merasa doanya tidak akan terkabul, serta tergesa-gesa ingin doanya segera terwujud.

Sikap-sikap semacam ini merupakan penghalang terkabulnya doa. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

يستجاب لأحدكم ما لم يعجل يقول دعوت فلم يستجب لي


“Doa yang dipanjatkan seseorang di antara kalian akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa. Dirinya berkata, ‘Aku telah berdoa namun tidak juga terkabul.’”

Telah diketengahkan, bahwa seseorang yang berdoa sepatutnya yakin bahwa doanya akan dikabulkan, karena dia telah memohon kepada Dzat yang Paling Dermawan dan Paling Mudah Memberi.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ


”Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”

(Q.S. Al-Mu’min:60)

Barang siapa yang belum dikabulkan doanya, jangan sampai lalai dari dua hal:
Mungkin ada penghalang yang menghambat terkabulnya doa tersebut, seperti: memutus hubungan kekerabatan, bersikap lalim dalam berdoa, atau mengonsumsi makanan yang haram. Secara umum, seluruh perkara ini menjadi penghalang terkabulnya doa.
Boleh jadi, pengabulan doanya ditangguhkan, atau dia dipalingkan dari keburukan yang semisal dengan isi doanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu,

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” ما من مسلم يدعو بدعوة ليس فيها إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث : إما أن يعجل له دعوته وإما أن يدخرها له في الآخرة وإما أن يصرف عنه من السوء مثلها ” قالوا : إذن نكثر قال : ” الله أكثر


Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa yang tidak mengandung dosa dan tidak pula pemutusan hubungan kekerabatan, melainkan Allah akan memberinya salah satu di antara tiga hal: doanya segera dikabulkan, akan disimpan baginya di akhirat, atau dirinya akan dijauhkan dari keburukan yang senilai dengan permohonan yang dipintanya.” Para shahabat berkata, “Kalau begitu, kami akan banyak berdoa.” Rasulullah menanggapi, “Allah lebih banyak (untuk mengabulkan doa kalian).” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid; hadits ini berderajat sahih dengan adanya beberapa hadits penguat dari jalur ‘Ubadah bin Shamit yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Al-Hakim, serta dari jalur Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan selainnya.)

3. Berdoa dengan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta bertawasul dengannya.

Tindakan ini merupakan salah satu bentuk bid’ah dan bentuk kelaliman dalam berdoa. Dasarnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan cara berdoa semacam itu kepada seorang shahabat pun. Ini membuktikan bahwa berdoa dengan menggunakan kedudukan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertawasul dengan para pemilik kedudukan adalah amalan bid’ah, serta merupakan sebuah cara ibadah baru yang dikarang-karang tanpa dalil. Demikian juga dengan segala bentuk sarana yang berlebih-lebihan (ghuluw) yang menyebabkan doa terhalang untuk terkabul.

Adapun riwayat,

اسألوا بجاهي فإن جاهي عند الله عظيم

“Bertawasullah dengan kedudukanku! Sesungguhnya, kedudukan sangat mulia di sisi Allah,”

maka riwayat ini merupakan sebuah kedustaan besar atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak sahih disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

4. Bersikap lalim dalam berdoa, misalnya: doa yang isinya perbuatan dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan.

Sebagaimana tiga perkara yang disebutkan, perkara keempat ini juga menjadi salah satu penghalang terkabulnya doa seorang hamba. Sungguh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

سيكون قوم يعتدون في الدعاء

“Akan muncul sekelompok orang yang lalim dalam berdoa.” (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan yang lainnya; hadits hasan sahih)

Allah ta’ala berfirman,

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (Q.S. Al-A’raf:55)

Contoh sikap lalim: berdoa agar bisa melakukan dosa, agar bencana ditimpakan, atau supaya hubungan kekerabatan terputus. Sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi dan selainnya dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما على الارض مسلم يدعو الله بدعوة إلا آتاه الله إياها ، أو صرف عنه من السوء مثلها ، ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم

“Di muka bumi ini, tidak ada seorang muslim pun yang memanjatkan doa kepada Allah melainkan Allah pasti akan memberi hal yang dipintanya atau Allah akan memalingkannya dari keburukan yang senilai dengan isi doanya, sepanjang dia tidak memohon doa yang mengandung dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan.” (H.r. Turmudzi dan Ahmad; dinilai sebagai hadits hasan-shahih oleh Al-Albani)

Saudariku, bersabarlah dalam menanti terkabulnya doa, perbanyak amalan saleh yang bisa menjadi sebab terwujudnya doa, dan jauhi segala kesalahan yang bisa menyebabkan doa tidak kunjung terkabul. Semoga Allah merahmati kita ….

Kita pungkasi tulisan ini dengan memohon kepada Allah, agar Dia tidak menolak doa kita.

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, juga dari doa yang tidak terkabul.”

(H.R. Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i; hadits sahih)

***
muslimah.or.id
Penulis: Ummu Asiyah Athirah
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Maraji’ (referensi):
Al-Minzhar fi Bayani Katsirin min Al-Akhtha’ Asy-Syai’ah, karya Syekh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syekh, terbitan Jami’ah Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah, tahun 1413 H.
Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, karya Syekh Al-Albani, Maktabah Asy-Syamilah.
»»  Baca Selengkapnya...

Bolehkah Seorang Muslim Mengucapkan Selamat Natal?



Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa shalaatu wa salaamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.

Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-

Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.

Fatwa Pertama: Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

Beliau rahimahullah menjawab:
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah [5]: 3)

Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?

Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.

Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali Imron [3]: 85)

Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?

Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?

Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ’santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-

Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.

Fatwa Kedua: Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka

Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.

Syaikh rahimahullah ditanya: Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?

Beliau rahimahullah menjawab:
Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ

“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)

Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena Yahudi tersebut dulu ketika kecil pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam. Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.

Fatwa Ketiga: Merayakan Natal Bersama

Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.

Pertanyaan:
Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?

Jawaban:
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al Maidah [5]: 2)

Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.

Ketua Al Lajnah Ad Da’imah: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

Saatnya Menarik Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.

Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ’selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Qs. An Nisa’ [4]: 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.

Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.

Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.

Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.

Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.

Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam
»»  Baca Selengkapnya...

Tafsir Surat Al-Qaari'ah

Surat ini Makkiyyah dan terdiri dari 11 ayat. Di surat ini digambarkan pemandangan hari Kiamat.
بسم الله الرحمن الرحيم
الْقَارِعَةُ﴿١﴾مَا الْقَارِعَةُ﴿٢﴾وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ﴿٣﴾يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ﴿٤﴾وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنفُوشِ﴿٥﴾فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ﴿٦﴾فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ﴿٧﴾وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ﴿٨﴾فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ﴿٩﴾وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ﴿١٠﴾نَارٌ حَامِيَةٌ﴿١١﴾

Artinya:
  1. Hari kiamat,
  2. Apakah hari kiamat itu?
  3. Tahukah kamu apakah hari kiamat itu?
  4. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,
  5. Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
  6. Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,
  7. Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
  8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
  9. Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
  10. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
  11. (yaitu) api yang sangat panas.


Makna Mufradat:
Arti
Mufradat
1. Al-Qara’ artinya pukulan keras. Kejadian yang agung tersebut dinamakan Qaari’ah karena memukul orang-orang dan memekakkan telinga. Maksudnya adalah hari Kiamat di mana manusia terpukul oleh dahsyatnya dan kengeriannya.
القارعة
2. Binatang kecil dan bodoh yang mengerumuni api.
كالفراش
3. Terpencar.
المبثوث
4. Bulu yang berwarna-warni.
كالعهن
5. Yang ditebar.
المنفوش
6. Yang menaung mereka sebagaimana seorang ibu menaungi anaknya.
فأمه
7. Neraka Jahannam.
هاوية
8. Yang menyala-nyala.
حامية


Syarah




Al-Qaari’ah yang mengguncang manusia karena dahsyatnya serta memekakkan telinga mereka dengan suaranya yang menggelegar adalah hari Kiamat. Hari di mana ketakutan besar terjadi dan benda-benda yang di atas bercampur dengan benda-benda di bawah. Musuh-musuh Allah dibuat takut oleh siksaan Allah dan kehinaan. Itulah Al-Qaari’ah Al-Kubra. Tahukah kamu apa itu Al-Qaari’ah? Pertanyaan ini untuk mendramatisir kondisi. Tahukah kamu? Apa itu Al-Qaari’ah? Ya, siapa memberitahumu tentangnya dan diberitahu hakikatnya? Tidak ada yang dapat memberitahumu selain yang menciptakannya, Dialah Allah. Anda tidak akan tahu selain apa yang diceritakan kepadamu oleh Tuhannya.


Pada hari itu manusia berada dalam kebingungan bagai laron yang berpencaran mengerumuni api. Buruknya, yang beterbangan itu adalah gunung-gunung nan kokoh kuat, yang selama ini menjadi simbol kekokohan, ia bagai bulu yang diterbangkan. Subhanallah! Adapun kondisi manusia pada saat itu; siapa yang berat timbangan kebaikannya dan banyak keikhlasannya, pada hari itu ia berada dalam kehidupan penuh ridha. Ia berada dalam ketenangan dan kedamaian jiwa karena mendapat keridhaan-Nya.


Sedangkan orang yang ringan timbangan amal kebaikannya dan senantiasa mengikuti kebatilan serta jauh dari kebenaran, maka tempat singgahnya adalah Hawiyah. Alangkah menakutkannya perubahan ini. Yang menaunginya api yang menyala. Api yang menjerumuskan penghuninya. Tahukah kamu api itu? Kamu sama sekali tidak tahu hakikatnya. Ia adalah api yang menyala-nyala dan menyetrika muka dan memanggang kulit. Mudah-mudahan Allah memelihara kita dari dahsyatnya api itu.

»»  Baca Selengkapnya...

Wajib Mengawali Perubahan

Oleh: Tate Qomaruddin, Lc.

Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap Nabi mempunyai sahabat dan hawari yang selalu berpegang teguh dengan petunjuknya dan mengikuti sunnahnya. Lalu muncullah generasi pengganti (yang buruk) yang (hanya) mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa yang berjuang (untuk meluruskan) mereka dengan tangannya maka dia adalah mukmin. Dan barang siapa yang berjuang dengan lidahnya maka ia adalah mukmin. Dan barangsiapa berjuang dengan hatinya maka ia adalah mukmin. Dan tidak ada di belakang itu keimanan sedikit pun.” (Muslim)
Hadits Rasulullah saw. di atas menegaskan beberapa hal. Pertama, akan selalu terjadi perubahan pada kaum muslimin. Kedua, perubahan itu bisa menuju ke arah yang buruk. Ketiga, seorang mukmin harus berjuang untuk mengawal perubahan ke arah kebaikan dan perbaikan.

Dakwah adalah proyek mewujudkan perubahan. Pimpinan proyeknya adalah Rasulullah saw. Ordernya dari Allah swt. Makanya ketika Rasulullah saw. dimi’rajkan ke Sidratul-Muntaha, beliau tidak minta tetap tinggal di sana. Padahal beliau bisa menikmati ibadah, bertemu dengan para nabi yang diutus sebelum beliau, dan bahkan menjadi imam mereka. Beliau tetap turun lagi dan menjadi penghuni bumi yang sarat dengan berbagai tantangan dan persoalan. Ini karena beliau memang mendapat tugas untuk melakukan perubahan. Dan Rasulullah saw telah melakukannya dengan sukses. Hal ini dijelaskan dalam ayat-Nya: “Sungguh Allah telah benar-benar memberi karunia kepada orang-orang mukmin karena Dia telah mengutus pada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (Sunnah), meskipun mereka sebelum itu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (Ali ‘Imran: 164)
Ayat itu menjelaskan bahwa Rasulullah saw. telah menjalankan proyek perubahan dan telah sukses dalam perjuangan melakukan perubahan itu. Proyek ini dimulai dengan pembangunan pondasi berupa individu-individu Muslim. Di atas pondasi itu dibangun keluarga-keluarga Islam. Dari keluarga-keluarga Islami terbentuklah masyarakat Islami. Dan itu semua merupakan bekal untuk dakwah melakukan perbaikan terhadap pemerintahan agar menjadi pemerintahan yang Islami. Tidak hanya sampai di situ saja. Dakwah juga terus bergerak untuk mengembalikan khilafah Islamiyyah. Dan dengan begitulah umat Islam akan menjadi guru peradaban bagi seluruh umat manusia atau yang sering diistilahkan dengan ustadziyyatul-‘alam.

Atas dasar itu, maka tidak boleh umat Islam tinggal diam dengan tidak memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi. Perubahan adalah sunnatullah. Perubahan akan terus bergulir. Jika tidak menuju yang baik pasti menuju keburukan. Jika bukan orang baik-baik yang mempengaruhi maka pasti orang-orang buruk yang melakukannya. Dan tanpa kesertaan orang-orang yang baik maka akan muluslah perusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk berkontribusi dan mengawal perubahan agar mengarah kepada perbaikan dalam segala sektor, di antaranya:

Pertama, mempersembahkan waktu, tenaga, harta untuk kemaslahatan Islam, umat Islam, dan umat manusia pada umumnya. Allah swt. Berfirman: “Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (At-Taubah: 120)
Ayat di atas memberikan informasi bahwa Allah tidak suka kepada orang yang berdiam diri dan tidak terlibat dalam perjuangan. Allah menyebutnya bahwa perbuatan itu tidak layak. Dan sebaliknya, kepada orang yang terlibat dalam perjuangan di jalan Allah untuk menyebarkan kebaikan dan hidayah Allah swt. dengan apa pun yang dimilikinya, Allah menjanjikan segala yang dilakukannya akan bernilai amal saleh. Tidak ada yang sia-sia dari orang yang berjuang di jalan Allah, sekecil apa pun perjuangannya.

Kedua, menghadirkan emosi dan semangat yang kuat untuk kejayaan Islam dan umatnya dan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat seluas-luasnya. Berbahagia saat Islam mendapatkan kemenangan-kemenangan dan merasa sedih bila Islam mendapatkan tekanan dan umat Islam mendapat ujian. Ia tidak rela bila Islam dihinakan dan bila kaum muslimin diinjak-injak. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, ia tidak termasuk golongan mereka.”
Perubahan hanyalah terjadi atas perkenan Allah swt. Dan manusia hanya bisa merencanakan dan memperjuangkan. Namun sebelum itu semua manusia harus memiliki semangat dan optimisme bahwa perubahan bisa terjadi. Jika dari awal kita sudah pesimis dan mengatakan bahwa keadaan tidak mungkin berubah, berarti kita sudah kalah sebelum bertarung. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan, “Aku (Allah) tergantung prasangka hamba-Ku terhadap-Ku.”

Ketiga, tidak cukup hanya emosi dan semangat itu. Banyak orang yang punya semangat menggebu-gebu untuk melakukan perubahan, namun yang keluar dari dirinya hanyalah umpatan, cacian, dan makian terhadap keadaan. Emosi dan semangat yang produktif adalah yang membawa seseorang untuk berpikir keras dan bekerja cerdas dalam rangka mencari jalan keluar dari segala problem yang merundung umat dan bangsa. Ia rela menjadikan dirinya sebagai bagian dari solusi dan bukannya menjadi masalah. Bahkan bila hal itu membuatnya menjadi “korban”.

Keempat, memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; menyeru manusia kepada jalan Islam dan jalan dakwah dengan cara hikmah dan nasihat yang baik. Itulah sifat yang melekat pada orang beriman dan tidak mungkin terpisahkan. “Dan orang-orang beriman laki-laki dan orang-orang beriman perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagiian lain, mereka memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” (At-Taubah: 71)

Dalam kondisi apa pun amar ma’ruf dan nahi munkar tidak boleh diabaikan. Tidaklah sebuah kaum meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar melainkan pasti mereka menjadi kaum yang hina. Firman Allah, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Maidah: 78-79)

Kelima, mengatakan yang benar di depan penguasa yang zhalim agar mereka tidak secara semena-mena menjalankan kekuasaan hanya menurut hawa nafsunya. Agar penguasa memimpin dengan penuh keadilan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Rasulullah bersabda, “Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zhalim.” (Al-Bukhari). Dalam hadits lain beliau bersabda, “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdil-Muthalib dan orang yang berdiri di hadapan penguasa yang zhalim seraya memerintahnya (kepada yang ma’ruf) dan mencegahnya (dari yang munkar) lalu ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.” (Majma’uz-Zawaid 9: 271)
Jadi, jika kita melihat ada peluang untuk melakukan perubahan, jangan biarkan berlalu begitu saja. Apalagi membiarkannya dikendalikan oleh orang-orang yang menghendaki keburukan dan penyimpangan. Allahu a’lam.
Setelah Membaca, Ayo Berbagi:
»»  Baca Selengkapnya...

Biarkan Dakwah Membuka Pintu Cahayanya

Oleh: Fajar Fatahillah
 Izinkan saya bercerita tentang anak manusia, tentang seorang teman, dan guru yang luar biasa.
Seorang anggota dewan yang bersahaja, yang tidak meninggalkan aktivitas lamanya sebagai pedagang di pasar, yang selalu dekat dengan masyarakat dan peduli terhadap masalah lingkungannya.
Pernah suatu ketika ada tukang becak yang membutuhkan biaya untuk sekolah anaknya, dia datang ke rumah anggota dewan tersebut, awalnya ia ragu, karena rumah anggota dewan ini tidak seperti rumah layaknya anggota dewan, dindingnya saja dari tripleks, atapnya bocor, sehingga kalau hujan basah ke dalam rumah.
Namun, tukang becak tadi diajak masuk oleh anak pemilik rumah sebutlah namanya Imam, dan setelah cerita perihal keperluannya, Imam tanpa ragu memberikan semua uang yang akan digunakan kampanye kepada tukang becak tersebut.
Pernah suatu ketika, Umu Imam berencana memperbaiki rumahnya, namun Imam menolak, karena takut menjadi fitnah.
Sarana negara pun digunakan untuk keperluan rakyat, seperti mobil yang sering digunakan untuk mengantar tetangga dan masyarakat yang membutuhkan, imam sendiri yang menjadi sopirnya.
Kisah lainnya dari pak Dede, anggota dewan yang bersahaja, adalah selalu melakukan kunjungan dan memberi bantuan meski ke daerah basis lawan politiknya, ke daerah yang bukan daerah pemilihannya.
Di tengah kesibukannya, beliau masih mengurus lembaga atau yayasan yang menjadi magnet dakwah di lingkungannya, yayasan ini telah berkembang dari semula hanya membuka pendidikan TK, sekarang sudah membuka pendidikan SMPIT dan lembaga tahfizh.
Satu hal yang ingin beliau bangun adalah lembaga pendidikan islami yang terjangkau bagi masyarakat, bahkan yang gratis sama sekali.  Beliau ingin memberikan pelayanan berupa pendidikan kepada kader-kader yang kurang mampu dalam mendidik anak-anaknya.
Semoga Allah memberikan keistiqamahan kepada beliau dan keluarga.
—-
Ikhwah Fillah,
Biarkan dakwah membuka pintunya dan menyebarkan cahayanya melalui kontribusi nyata.
Rumah yang sederhana yang selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin berkonsultasi.
Biarkan ia tetap terbuka agar dakwah masuk dengan cepatnya.
Memberi dan menolong siapa yang membutuhkan bahkan mereka adalah lawan atau bahkan musuh kita.
Biarkan dakwah membuka lebar pintu kebaikannya menyebar tanpa batas.
Biarkan dakwah dengan kesederhanaannya, yang membuat lebih mudah dan tidak banyak menjadi fitnah.
Biarkan dakwah menjadi magnet sejarah, dengan kontribusi nyata tanpa banyak retorika, membangun peradabannya dengan sarana yang ada, pendidikan, keterampilan, olahraga dan lain sebaiknya. Biarkan dakwah terasa begitu dekat dan nyata.
Biarkan dakwah membuka pintunya dan menyebarkan cahayanya kepada siapa saja,
Maka mereka akan dengan mudah menerima panggilannya,
Tidak perlu dengan harta, tahta, ataupun janji-janji belaka,
Cukup dengan kontribusi nyata dan terbuka kepada siapa saja,
Maka, dakwah akan menyebar dengan cepatnya.
Insya Allah
Untuk guru dan sahabat terbaikku, semoga Allah mudahkan jalan dakwahnya, mudah dalam istiqamah dijalanNya.

Setelah Membaca, Ayo Berbagi:


 

»»  Baca Selengkapnya...

Disaat Masalah Memuncak: Bersyukurlah, Maka Semua Akan Baik-Baik Saja


Pernahkah kita menemui masalah dimana tidak ada jalan keluar, semua cara berakhir dijalan buntu..?
Ya selaku manusia biasa dan normal itu kemungkinan terjadi atau akan terjadi pada diri kita.

Jika saat ini anda mengalami masalah seperti itu, dan anda mencari solusi, iseng-iseng cari di google dengan kata kunci “cara mengatasi masalah” dan anda menemukan tulisan ini, maka itu adalah satu cara bijak.
Karena adanya keinginan anda mengatasi masalah bukan menghindarinya. Dan ingatlah, bukan anda saja yang pernah mengalami sperti itu, tetapi banyak orang termasuk saya. Itu adalah hal wajar sebagai manusia normal.

Satu solusi yang tepat pada keadaan seperti ini yang diperlukan dari anda adalah pengendalian diri dari pikiran anda. Cobalah bagi pikiran anda yang saat ini memang berkecamuk. Jangan hanya memikirkan efek dari masalah, tetapi pikirkan juga bahwa ini adalah hal biasa dan akan berlalu.

Bersyukur adalah kuncinya. Apa masalah anda..? Kesehatan anda atau keluarga yang sedang parah-parahnya, Keuangan yang diperlukan memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak, Jabatan, Harga diri, Percintaan yang menyakitkan atau apa saja.

Jika anda bersyukur, semua akan terasa aman dan anda akan baik-baik saja. Dengan bersyukur mungkin masalah anda tidak terpecahkan dengan cara seperti yang anda inginkan, tetapi akan terobati dengan jalan lain yang intinya tetap membawa hikmah anda akan baik-baik saja.

Misalnya masalah anda adalah percintaan dengan kekasih yang sedang kacau-balaunya. Pikiran anda saat membaca tulisan ini berada pada level tegangan tinggi. Maka coba sejenak anda bersyukur atas apa yang dilmiliki dan sedang terjadi.  Syukuri masalah ini terjadi disaat anda dalam keadaan sehat fisik dan psikis, syukuri anda tahu akibat kesalahan anda membawa dampak yang hebat bagi kekasih yang nantinya bisa anda rubah dan tidak akan ulangi, dan jika kekasih ternyata tega meninggalkan anda, syukuri bahwa anda tahu lebih awal bagaimana sikapnya, sehingga tidak berjalan terlalu jauh, karena anda akan bisa mendapatkan penggantinya lebih sempurna, tidak memiliki sifat seperti yang baru saja meninggalkan anda.

Atau yang paling banyak masalah anda terkait dengan keuangan. Misalnya anda dengan gaji pas-pasan, utuk menutupi kebutuhan hidup saja telah tercatat hutang dimana-mana, disaat yang sama, pada awal semester satu atau dua orang anak anda harus membayar uang kuliah semester sementara uang anda tidak ada dan hutang dimana-mana. Tidak ada peluang lagi untuk meminjam kepada orang terdekat, sementara anak-anak meminta terus karena memang itu hal wajib juga untuk dipenuhi.

Pada saat seperti ini, cobalah santai sejenak, manjakan dan puji usaha anda. Masalah yang sedang anda hadapi adalah karena suatu cita-cita keinginan untuk lebih baik. Dalam hal ini bagaimana agar anak bisa menjadi seorang sarjana walau keadaan keuangan anda sebenarnya tidak memungkinkan.

Bersyukurlah anda telah diberi kesempatan berjalan dijalur yang seharusnya anda tidak mampu, tapi kenyataanya sekarang anda berada pada jalur itu walau tertatih-tatih. Jadi hal wajar pengorbanan yang tersa pahit akan anda hadapi. Bisa saja masalah ini tidak aka ada, asalkan anak anda tidak kuliah dan tidak ada harapan baginya untuk jadi sarjana. Jadi tetaplah bersyukur, karena usaha dan pengorbanan anda akan dibayar dengan hasil yang setimpal sesuai cita-cita anda, apapun itu. Sebagai perbadingan lihatlah orang lain yang anda kira hidupnya senang tanpa ada tekanan. Itu mengapa..? Karena mereka tidak dalam proses menjalankan suatu rencana. Mereka akan anda kalahkan disaat anda nantinya memetik hasil.

Bagaimana jika masalah datangnya dari kesalahan diri sendiri..? tetaplah gembira, anda melakukan kesalahan itu karena tidak mengira akan begini dampaknya, tau anda sudaha tahu dampaknya tetapi tidak mengira bagaimana sakitnya. Ya itu adalah satu hal wajar yang harus anda terima sesuai dengan kesalahan anda. Tetapi bukan suatu akhir hidup anda, namun menjadi awal merubah perilaku negative. Bersyukurlah dengan kejadian ini menyadarkan anda untuk lebih baik kedepannya walau harus memulai dari awal, itu adalah yang terbaik.
 
Setelah Membaca, Ayo Berbagi :
»»  Baca Selengkapnya...

Antara Waktu, Kesuksesan dan Kegagalan

Sukses itu di depan mata. Kegagalan juga sejajar dengannya. Kita tinggal memilih berhasil atau gagal. Tidak ada yang melarang atau mendorong untuk memilih kedua pilihan itu. Yang menentukan adalah kita sendiri.


Untuk menjadi orang yang berhasil ATAU gagal,
sama-sama membutuhkan waktu.
Orang yang berhasil pada usia 40 tahun, bisa gagal pada usia itu jika dia menelantarkan 40 tahun dari hidupnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk berhasil
SAMA dengan waktu yang dibutuhkan untuk gagal.
Orang yang tidak menggunakan waktunya
untuk berhasil, sedang menggunakan waktunya
untuk menggagalkan dirinya sendiri. (Mario Teguh)

Ya benar sekali, karena waktu adalah sesuatu yang tidak mengenal perasaan, belas kasihan, pilih kasih dan sifat-sifat lain yang kita harapkan bisa membela kekurangan kita, atau tidak juga memiliki sifat yang ingin mencelakakan kita. Ia akan berjalan terus sesuai arahnya mengiringi perjalanan hidup kita dengan umur yang semakin bertambah.

Pilihan bijak jika kita memanfaatkan waktu, dalam proses perjalanan umur yang kurang dari 100 tahun. Mari memilih, mari menentukan nasib jangan menunggu waktu, karena waktu bukan teman sejati bukan juga musuh pengancam.

Apakah saat ini kita merasa telah sukses..? Coba lah berpandangan luas, pandang keluar seluas-luasnya. Ternyata sukses kita hanya secuil disbanding sukses orang lain. Kita harus tetap berkarya, mengambil peluang yang ada memanfaatkan waktu setepat mungkin.

Atau apakah saat ini kita terjebak dalam kemiskinan..? Pandang juga seluas-luasnya, mengapa kita miskin padahal peluang begitu banyak dengan waktu yang selalu memberi jalan. Jangan sampai kita mempertahankan kemiskinan dengan alas an kemiskinan.

Untuk memanfaatkan waktu, pikiran, tindakan dan pengendalian yang kita perlukan.

Setelah Membaca, Ayo Berbagi :
»»  Baca Selengkapnya...

3 (Tiga) Langkah Berpikir Yang Bisa Meluarbiasakan Atau Membinasakan

3 (Tiga) Langkah Berpikir Yang Bisa Meluarbiasakan Atau Membinasakan

1. Malam menjelang tidur, pikirkan apa action hari ini yang telah dilakukan untuk lebih baik daripada hari yang baru saja berlalu.
Atau biasa tidak perlu dipikirkan?

2. Pagi sebelum sarapan, pikirkan apa action yang bisa dilakukan untuk lebih baik daripada kemarin.
Atau biasa juga tidak perlu dipikirkan?


3. Sekarang kamu lagi action, pikirkan apakah ini satu tindakan yang sesuai dengan yang kamu pikirkan semalam sebelum tidur dan tadi pagi sebelum serapan dimana goalnya untuk terus lebih baik ke hari yang akan datang.

Atau merasa juga ini tidak perlu dipikirkan?

Hidup adalah action, prestasi hidup tergantung bagaimana melakukan action.
Sedangkan kontrol melakukan action adalah pikiran.

Tanpa berpikir, maka kamu akan merasa biasa dalam kebiasaan.
Tanpa kontrol pikiran, malam selesai berdoa mungkin langsung pulas.
Pagi setelah serapan mungkin bergegas seperti pagi-pagi sebelumnya.
Dan disaat bertindak merasa biasa saja dengan tindakan-tindakan yang setiap hari itu biasa dilakukan. Mononton, mengikuti alur kemana arah.

Dengan berpikir, akan mengubah alur kemana arah biasa, karena akan tau ternyata arah lain bisa meluarbiasakan.

Tergantung bagaimana kita berpikir, dan apa pun itu antara dua pilihan: kebiasaan menolak yang biasa-biasa yang bisa meluarbiasakan, atau pilihan kedua kebiasaan merasa cukup dengan biasa-biasa saja yang membinasakan.

Setelah Membaca, Ayo Berbagi:

»»  Baca Selengkapnya...

Dua Perkara: Niat dan Persatuan

Ada dua perkara yang harus selalu ditegakkan para dai dalam berdakwah: meluruskan niat dan merapatkan barisan.

Niat adalah hal yang sangat mendasar dalam ajaran Islam. Seluruh amal perbuatan kita tanpa niat tidak akan diterima Allah swt. Bahkan, niatlah yang menjadi pembeda mana amal yang bersifat ibadah dan mana yang bukan. Mandi pagi bisa bernilai ibadah, bisa juga hanya rutinitas sehari-hari, itu tergantung apa yang kita niatkan saat melakukannya.

Karena itu, meluruskan niat merupakan perkara yang mendasar. Apakah niat kita dalam berdakwah? Sudahkan Lillahi Ta’ala. Ikhlas hanya mengharapkan mardhatillah, keridhaan Allah. Bukan karena mengincar jabatan, kekayaan, popularitas, atau mengejar wanita yang ingin diperistri, seperti yang
 diilustrasikan Rasulullah saw. dalam hadits tentang niat.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا
أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan. (Bukhari)
Jika niat kita ikhlas Lillahi Ta’ala, maka itulah perjanjian kita di hadapan Allah swt. Lantas, sudahkan kita teguh dengan al-ahd (perjanjian) itu? Allah swt. mengabarkan kepada kita tentang para dai sebelum kita. Mereka memiliki keteguhan dalam memegang janjinya. “Diantara orang-orang mukmin itu ada golongan yang membenarkan janjinya kepada Allah, sebagian diantaranya telah menunaikan janjinya (dengan menemui kesyahidan) dan sebagian lagi masih menanti, tanpa mengubah janji itu sedikitpun”. (Al Ahzab: 23)

Karena itu, tak salah jika kita selalu mengulang-ulang ikrar keikhlasan janji kita di setiap kali menunaikan shalat, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku untuk Allah Pencipta alam semesta.” (Al-An’am: 162). Secara sadar kita meluruskan niat kita dalam sehari setidaknya lima kali.
Benarkah seluruh kehidupan kita akankah kita korbankan untuk kehidupan tak ada batasnya di akhirat nanti? Atau, hanya untuk mengejar kedudukan di dunia? Orang yang cerdas pasti tidak mau. Sebab, kita tahu nilai dunia itu tidak seberapa. Kata Nabi saw.,

لَوْ كَانَتْ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Seandainya dunia ini ditimbang, maka nilainya di sisi Allah sama seperti salah satu sayap nyamuk. Allah tidak akan memberikan di dunia ini, walaupun seteguk air saja, untuk orang-orang yang ingkar.” (H.R. Tirmidzi, no. 2242, shahih gharib)

Selain itu, dari ayat 23 surat Al-Ahzab, kita juga mengambil pelajaran bahwa al-istimroriyah, kontinuitas di jalan dakwah, adalah termasuk dalam salah satu perjanjian kita di hadapan Allah. Dan memang begitulah yang dicontohkan oleh para dai generasi awal Islam yang dibimbing oleh Rasulullah saw. Mereka tidak kenal lelah dan putus asa. Sahabat-sahabat Nabi saw. menjalani setiap fase dakwah berikut cobaan demi cobaan berat yang harus mereka lalui.

Kepada mereka, Rasulullah saw. menceritakan pengalaman dai generasi sebelumnya. Mereka ada yang digergaji, tetapi mereka tetap sabar. Itu bukan untuk menganggap kecil cobaan yang dihadapi oleh para sahabat. Fitnah yang mereka terima bukan hanya berupa intimidasi kata-kata, tetapi sudah berlumuran darah.

Apa yang membuat para sahabat bisa demikian teguh di medan dakwah? Husnu tsiqah dan bersandar terus kepada Allah Ta’ala lah yang memberikan ketenangan kepada mereka semua untuk terus langkah. Dengan begitu mereka bisa tenang dan tegar, meski zaman ini cepat sekali berubah tanpa terasa. Seorang tabi’in (generasi setelah sahabat Nabi) berkata, “Ayahku bercerita kepadaku: ‘Aku melihat Romawi menjatuhkan Persia, kemudian aku melihat pula Persia menjatuhkan Romawi. Dan, akhirnya aku melihat Islam meruntuhkan kedua-duanya hanya dalam waktu 15 tahun saja”. Tumbangnya Persia dan Romawi oleh kekuatan Islam hanya memakan waktu tak lebih dari 15 tahun. Begitulah capaian dakwah yang diasung oleh dai-dai yang ikhlas, teguh dalam memegang perjanjiannya dengan Allah, dan beramal secara kontinu tiada henti. Itulah buah dari kekuatan iman.
Namun bila hasil dakwah yang ditargetkan tidak seperti yang diharapkan, seorang dai masih bisa berharap mudah-mudahan kecapaian dan kelelahannya dalam berdakwah semuanya dihitung di sisi Allah Ta’ala, sekurang-kurangnya sebagai kaffaratun li adz dzunub (menghapus dosa). Begitulah yang disabdakan Rasulullah saw. dalam hadits nomor 5210 yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kekhawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya.”
Bukankah penghapusan dosa itu sudah lebih bagus daripada sekadar mendapat jabatan dunia. Khairun min ad-dunya wa maa fiiha (lebih baik dari dunia dan seisinya). Setiap hari berapa dosa yang kita pikul? Jika Allah mengampuninya, itu lebih baik dari segala-galanya.
*****
Perkara yang kedua yang harus selalu dilakukan oleh para dai adalah merapatkan barisan. Hal ini harus menjadi visi para dai bahwa mereka punya peran sebagai perekat umat. Karena itu, setiap dai harus punya spirit “kita bergabung dan bertemu menjadi kokoh dalam satu barisan tanpa merasa diri paling benar (‘ala ghairil ashwab), itu jauh lebih baik daripada kita terpisah-pisah dalam posisi merasa diri paling benar (ashwab)”. Begitulah perintah Allah swt. kepada kita.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran: 103)
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
 seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaf: 4)

Suatu ketika beberapa orang sahabat datang kepada Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah. “Kami semua makan, ya Rasulullah, tapi tidak pernah merasa kenyang,” kata sahabat. Coba perhatikan, bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada kita suatu adab dan akhlak yang baik. Apa jawab Rasulullah atas pertanyaan sahabat tadi?
“Boleh jadi kamu makan sendiri-sendiri?” Beliau bertanya lebih lanjut. Maka, sahabat kemudian menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah bersabda: “Kullu (kalian diharuskan untuk makan) mujtami’in (bersama-sama) fa inna al barakah ma’al jama’ah (karena keberkahan selalu beserta mereka yang berjamaah).” Istilah al-jamaah yang dimaksudn adalah jama’atul muslimin. Untuk makan saja Rasulullah saw. menyuruh kita untuk berjama’ah, apalagi untuk berdakwah. Karena itu, para dai harus berperan sebagai penggalang persatuan umat. Apapun kekurangan yang terdapat dalam tubuh umat, itulah kondisi faktual yang harus kita perbaiki dalam kebersamaan. Para dai harus mengajak semua komponen umat untuk bersatu memperbaiki segenap kekurangan yang ada di tubuh umat ini.

Memang sulit menyatukan umat dalam satu barisan yang kokoh. Tapi, apa pun yang bisa kita capai dan itu belum termasuk kategori menggembirakan hasilnya, itu bukan sebuah kegagalan. Kita semua menyadari dalam kamus seorang dai tidak ada ada entri kata “kekalahan”. Para dai selalu “menang”, bila tidak di dunia, maka kemenangan di akhirat. Orang boleh menilai agenda penyatuan umat yang kita dakwahkan tidak membuahkan hasil yang signifikan, tetapi kita melihat kenyataan itu sebagai perkara yang paling baik buat kita semua saat ini.

Bisa jadi itu juga cara Allah swt. menguji keteguhan kita dalam berdakwah. Tujuannya adalah untuk memberi motivasi dan dorongan kita agar semakin gigih dalam berdakwah. Sa’id Hawwa dalam bukunya “Al Madkhal” bercerita tentang berbagai ujian. Ia mengatakan, ”Man lam yakun lahu bidayah muhriqah laisa lahu nihayah musyriqah.” Barangsiapa tidak memulai dengan muhriqah (sesuatu yang membuat terbakar, penuh semangat dan kesusahan), maka tidak akan mendapat akhir yang musyriqah (cemerlang).”

Semoga kita bisa menegakkan dua perkara ini dalam keseharian aktivitas dakwah kita. Amin.

Sumber : Dakwatuna.com

Setelah Membaca, Ayo Berbagi:

»»  Baca Selengkapnya...

Bersama ROHIS, Kutetapkan Yakinku

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, sahabat-sahabat Kerohanian Islam atau sering dikenal ROHIS di seluruh Indonesia, baik tingkat menengah ataupun atas, semoga Allah memberikan keistiqamahan dalam jalan kalian, dalam keikutsertaan kalian baik aktif ataupun pasif.

Saya hanya ingin sedikit sharing dengan kalian, tentang ROHIS ini, tentang pengalaman, tentang cerita suka dan duka, tentang manfaat teman-teman bergabung dengan ROHIS.

ROHIS, sebuah lembaga yang telah membesarkanku, mendidik dan mengajarkan tentang berbagai hal.
ROHIS merupakan satu lembaga ekstrakurikuler yang lengkap menurut pandangan saya,
ia mengajarkan untuk berorganisasi,
ia mengajarkan untuk dakwah dan ibadah,
ia mengajarkan untuk membina lingkungan sekolah,
ia mengajarkan untuk perencanaan kegiatan,
ia mengajarkan untuk komunikasi efektif,
ia mengajarkan untuk olahraga dan pendidikan jasmani,
ia mengajarkan untuk berjiwa sosial kemasyarakatan,
ia mengajarkan untuk menjadi pemimpin sejati,
ia mengajarkan segala hal yang kita butuhkan dan segala hal yang tidak kita butuhkan tapi bermanfaat untuk kita.

Namun satu hal yang tidak akan ditemui di ekskul manapun adalah ROHIS bisa menjadi jalan Hidayah bagi siapa pun termasuk pengurus dan anggotanya. inilah yang akan kita bahas teman-teman.
Jalan kebaikan, jalan petunjuk dan jalan hidayah, insya Allah.
Meskipun kita tidak merasakannya ketika aktif di ROHIS, tidak merasakan seketika itu juga, tapi yakinlah, suatu saat, kita akan menemukan sentuhan tersembunyi yang telah menjadikan kita seperti sekarang ini.

Mungkin ketika kuliah, atau setelah kerja, atau bahkan ketika tua renta, kita baru teringat, bahwa awal mula kita mengenal tarbiyah islamiyah (pembinaan Islam) adalah di ROHIS ini.

Awal yang mengubah emosi jiwa menjadi jiwa yang teduh penuh cinta,
mengubah dosa menjadi amal pahala,
mengubah rasa takut menjadi berani penuh semangat,
mengubah cara pandang negatif menjadi positif,
Semua mungkin berawal dari sini, dari ROHIS ini.

Oleh karena itu, saya hanya ingin berpesan, siapa pun kita, apapun latar belakang kita, semaksiat-maksiatnya kita, jangan sampai kita meninggalkan organisasi ini, karena ia adalah jalan yang Allah sediakan, untuk membuka hati, membuka emosi, membuka jalan hidayahNya.

Jalan yang menghadirkan pelaku-pelaku kebaikan,
jalan ukhuwah dan kebersamaan yang erat menyatukan semua potensi kejujuran,
jalan yang suatu saat akan membuat kita sadar, bahwa di sinilah kita dibesarkan,
dengan segudang masalah,

Tetaplah berada bersama para pelaku kebaikan,
niscaya kebaikan itu akan mengikutimu,
dan akan mengubah paradigmamu,
bahkan mengubah maksiat-maksiatmu,
Yakin dan tetapkan tekadmu,
inilah jalan terbaik untuk masa depanmu,
bersama ROHIS, aku tetapkan yakinku.

Untuk sahabat ROHIS di seluruh Indonesia,
mari kita bersama menjadi penerus peradaban,
yang melahirkan generasi-generasi rabbani,
mari kita sambut seruan yang mulia,
mari bersama ikuti langkah perjuangan,
di medan dakwah sekolah kita tercinta.
»»  Baca Selengkapnya...

Bahaya Memuji Orang Lain

Sebagian orang mungkin gila akan pujian sehingga yang diharap-harapkan adalah komentar baik orang lain. Padahal pujian seringkali menipu. Begitu pula kita pun sering berperilaku memuji orang lain di hadapannya. Dari satu sisi kala menimbulkan sisi negatif, ini adalah suatu hal yang tidak baik. Coba baca hadits-hadits berikut yang dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod dengan beberapa tambahan bahasan lainnya.
Memuji Orang Lain di Hadapannya Sama dengan Menyembelihnya
Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda,
ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك - وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً
"Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”'Saya kira si fulan demikian kondisinya." -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan  janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (Shahih): [Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]
Abu Musa berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda,
أهْلَكْتُم- أو قطعتم ظهرَ - الرجل
”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih): [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 54-Bab Maa Yukrohu Minat Tamaduh. Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 67]
Dari Ibrahim At Taimiy dari ayahnya, ia berkata, "Kami duduk bersama Umar [ibnul Khaththab radliallahu 'anhu]. Lalu ada seorang pria memuji orang lain yang berada di hadapannya. Umar lalu berkata,
عقرت الرجل، عقرك الله
"Engkau telah menyembelih orang itu, semoga Allah menyembelihmu.”(Hasan secara sanad)
’Umar berkata,
المدح ذبح
"Pujian itu adalah penyembelihan.”(Shahih secara sanad)
Muhammad (guru imam Bukhari-ed) berkata,
يعني إذا قبلها
“(Hal itu berlaku) apabila ia senang akan pujian yang diberikan kepadanya.”

Boleh Memuji Jika Aman dari Fitnah (Sisi Negatif)
Dari Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
نعم الرجل أبو بكر، نعم الرجل عمر، نعم الرجل أبو عبيدة، نعم الرجل أسيد بن حُضير، نعم الرجل ثابت بن قيس بن شماس، نعم الرجل معاذ بن عمرو بن الجموح، نعم الرجل معاذ بن جبل
"Pria terbaik adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau mengatakan,
وبئس الرجل فلان، وبئس الرجل فلان
“Pria terburuk adalah fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih) Ash Shahihah (875): [Saya tidak mendapatkannya di salah satu kitab induk hadits yang enam]. Saya (Syaikh Al Albani) berkata: “Bahkan hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Silakan lihat Ash Shahihah.” Selengkapnya baca di sini

Setelah Membaca, Ayo Berbagi: 

 

»»  Baca Selengkapnya...

KEUTAMAAN LAILATUL QADAR

Tiada terasa kita segera memasuki sepertiga bagian dari bulan yang kita cintai, bulan Ramadhan. Detik-detik waktu serasa berlalu begitu cepat, sedangkan langkah kita pun masih tertatih-tatih untuk menyempurnakan rasa syukur kita bertemu dengan bulan yang mulia ini. Rasanya seperti baru kemarin saja kita memulai puasa di hari pertama, namun kini kita hendak berpisah dengannya dalam beberapa hari ke depan. Tentu hal ini seharusnya memperkuat azzam yang ada di dalam diri untuk lebih. . memperbaiki kualitas ibadah kita secara total di sepuluh hari yang terakhir, insya Allah.

Di antara amalan utama di sepuluh hari terakhir yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ialah pelaksanaan ibadah I�tikaf di masjid. I\'tikaf secara harfiah bermakna �tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik�. Sehingga makna dari I\'tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di dalam Al-Qur\'an sendiri terdapat penggunaan kata i�tikaf yang termaktub pada firman Allah Swt: �Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri\'tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa (QS 2:187).

Bagi seorang muslim yang hendak mencari predikat �muttaqin� seiring dengan berlalunya bulan Ramadhan ini, maka ibadah i�tikaf ini merupakan sarana penting dalam mencapai kesempurnaan ibadah di bulan Ramadhan. I\'tikaf sekaligus merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim dalam memelihara dan meningkatkan kualitas keislamannya.

Para ulama telah berijma\' bahwa I\'tikaf, khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan. Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri\'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Aisyah, Ibnu Umar dan Anas Radliallahu \'Anhum meriwayatkan :\'\'Rasulullah SAW selalu beri\'tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan \'\' (HR. Bukhori dan Muslim)

Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat, bahkan pada tahun wafatnya beliau beri\'tikaf selama 20 hari. Demikian pula halnya dengan para shahabat dan istri Rasulullah Saw senantiasa melaksanakan ibadah yang amat agung ini. Imam Ahmad berkata :\'\'Sepengetahuan saya tidak ada seorangpun dari ulama yang mengatakan bahwa I\'tikaf itu bukan sunnah\'\'.

Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: �Tahukah anda hadits yang menunjukkan keutamaan I\'tikaf ?� Ahmad menjawab: �tidak, kecuali hadits yang lemah. Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah I\'tikaf itu sendiri sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan cukuplah keutamaannya bahwa Rasulullah, para Shahabat, para Istri Rasulullah SAW dan para ulama salafusholeh senantiasa melakukan ibadah ini�.

Ibnu Qoyyim berkata : I\'tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati beri\'tikaf dan bersimpuh dihadapan Allah, berkhalwat denganNya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah.

Salah satu urgensi kita melakukan ibadah I�tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan, adalah karena pada rentang waktu tersebut, Allah SWT telah menyediakan satu malam yang mulia yaitu Lailatul Qadar (malam kemuliaan).

Allah Ta \'ala berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ(1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ(2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ(3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ(4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ(5)

\"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur\'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. \"(Al-Qadr: 1-5)

Allah telah menurunkan Al-Qur\'an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta\'ala berfirman :\"Sesungguhnya Kami menurunkannya (alQur-an) pada suatu malam yang diberkahi.\" (Ad-Dukhaan:3) Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta \'ala: \"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur\'an. \"(Al-Baqarah: 185).

Ibnu Abbas -radhiallahu \'anhu- berkata: \"Allah menurunkan Al-Qur\'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke Baitul \'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu \'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun.\"
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar dikarenakan keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta \'ala dan pada saat itu pula ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah: \"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.\" (Ad-Dukhaan: 4).

Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur\'anul Karim: \"Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?\" Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya: \"Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan. \" Sehingga beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, tilawah, dzikir, do\'a dsb sama dengan beribadah selama seribu bulan di waktu-waktu lain atau sama dengan 83 tahun 4 bulan.

Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril \'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya: \"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar\" (Al-Qadar: 5)

Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril- mengucapkan salam kepada orang-orang beriman. Dalam satu hadits shahih, Rasulullah shallallahu \'alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda: \"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.\" (Hadits Muttafaq \'Alaih)

Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu \'alaihi wasallam bersabda: \"Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.\" (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.

Disunnahkan bagi orang yang beri\'tikaf untuk meraih keutamaan Lailatul Qadar untuk menghidupkan malam dengan memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT, seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur\'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi Saw, do\'a dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah � ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik, meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkosentrasi penuh pada ibadah � ibadah mahdhah.

Adalah suatu kewajiban bagi kita untuk berlomba-lomba mencari keutamaan lailatul qadar di sepertiga terakhir bulan Ramadhan ini dengan niat yang ikhlas, dan hati yang bersih. Sehingga keluar di bulan Ramadhan sebagai pribadi-pribadi yang muttaqin, yang siap beramal ibadah dengan kualitas Ramadhan di 11 bulan berikutnya. Amin.
»»  Baca Selengkapnya...

Puasa yang disyari'atkan

Puasa yang disyari'atkan adalah puasanya
anggota badan dari dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana makan dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa, ia memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga memposisikan pada kedudukan orang yang tidak berpuasa.

Karena itu, yang benar-benar berpuasa adalah orang yang puasa segenap anggota badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan mengada-ada, perutnya berpuasa dari makan dan minum, kemaluannya berpuasa dari bersenggama.

Bila berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu yang melukai puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu yang merusak puasanya. Ucapan yang keluar daripadanya selalu
bermanfaat dan baik, demikian pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kasturi, yang tercium oleh orang yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut, itulah metafor (perumpamaan) bergaul dengan orang yang berpuasa, ia akan
mengambil manfaat dari bergaul dengannya, aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman. Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan:

“Dan sesungguhnya bau mulut orang puasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi.”


Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar menahan diri dari makan dan minum. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya). Dalam hadits lain dikatakan:

“Betapa banyak orang puasa, bagian dari
 puasanya (hanya) lapar dan dahaga.”
 (HR. Ahmad,hadits hasan shahih)(45).



SEBAB-SEBAB AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN



Dalam bulan Ramadhan, banyak sekali sebabsebab turunnya ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah:


1. Melakukan puasa di bulan ini. 

Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq alaih).


2. Melakukan shalaat tarawih dan tahajjud didalamnya. 

Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa melakukan shalat malam pada
bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosadosanya yang telah lalu .” (Muttafaq alaih).


3. Melakukan shalat dan ibadah di malam Lailatul Qadar. Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al Qur'anul Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa melakukan shalat di malam
Lailatul Qadar karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, niscaya diampuni dosadosanya yang telah lalu .” (Muttafaq alaih).



4. Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. 

Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa yang di dalamnya (bulan
Ramadhan) memberi ifthar kepada orang
berpuasa, niscaya hal itu menjadi (sebab)
ampunan dari dosa-dosanya,
dan pembebasan dirinya dari
api neraka.” ( HR. Ibnu Khuzaimah (46), Al-Baihaqi dan lalinnya).


5. Beristighfar. Meminta ampunan serta berdoa ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Doa orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka. Allah memerintahkan agar kita berdoa dan Dia menjamin mengabulkannya. Allah berfirman:

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada- Ku, niscaya Aku mengabulkannya untukmu.” (Ghafir: 60).


Dan dalam sebuah hadits disebutkan:

“Ada tiga macam orang yang tidak ditolak
doanya; di antaranya disebutkan, “orang yang berpuasa hingga ia berbuka.” (HR. Ahmad, At- Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah).”

Karena itu hendaknya setiap muslim
memperbanyak dzikir, do’a dan istighfar di
setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan. Ketika sedang berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat Allah turun di akhir malam. Nabi bersabda:

“Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia, yaitu ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman: “Barangsiapa berdoa kepada- Ku niscaya Aku kabulkan untuknya, memberinya dan barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya.” (HR. Muslim).


6. Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya permohonan orang yang ditolak pada saat Lailatul Qadar? Kapan akan baik orang yang tidak menjadi baik pada bulan Ramadhan?

Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat
islam senantiasa berdoa:

“Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya. Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya,
karunilah kami di dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lalu lindungilah kami di dalamnya dari berbagai fitnah.”

Mereka berdoa kepada Allah selama enam bulan agar bisa mendapatkan bulan Ramadhan, dan selama enam bulan berikutnya mereka berdoa agar puasanya
diterima. Di antara doa mereka itu adalah:

“Ya Allah, serahkanlah aku kepada bulan
Ramadhan, dan serahkanlah Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan rela(47).”



Adab puasa:

Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu-,
bahwasanya puasa tidak sempurna kecuali dengan merealisasikan enam perkara:

Pertama: Menundukkan pandangan serta
menahannya dari pandangan-pandangan liar
yang tercela dan dibenci.

Kedua : Menjaga lisan dari berbicara tidak karuan, menggunjing, mengadu domba dan dusta.

Ketiga : Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau tercela.

Keempat: Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.

Kelima : Hendaknya tidak memperbayak makan.

Keenam: Setelah berbuka, agar hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orangorang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah(48).



Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat islam termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari- Mu. Wahai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.


Semoga shalawat dan salam dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.



BER5AMBUN6 IN5YA ALLAH..



Catatan Kaki:

(45) Dan ia menshahihkan hadits ini.

(46) Dan ia menshahihkan hadits ini.

(47) Lihat Lathaiful ma'arif oleh Ibnu Rajab, hlm. 196-197.

(48) Lihat Mauizhatul Mukminin min Ihya’ ulumuddin, hlm. 59-60.








Sesungguhnya seorang mukmin bila berbuat dosa, maka akan (timbul)
satu titik noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan
(perbuatan tersebut) dan memohon ampunan (kepada Allah), maka hatinya
kembali bersih. Tetapi bila menambah (perbuatan dosa), maka bertambahlah
noda hitam tersebut sampai memenuhi hatinya.

Maka itulah arraan (penutup hati) yang telah disebutkan Allah dalam firmanNya :



"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka." (QS Al Muthaffifin:14).

»»  Baca Selengkapnya...

Menyambut Ramadhan

Alangkah bertuahnya sekiranya Persiapan Yang Kita lakukan rapi sempena menyambut ketibaan Ramadhan dinanti-nantikan Yang.

Diriwayatkan Dari Abu Hurairah ra: Bahwa Sesungguhnya Rasulullah saw. Pernah bersabda: Ketika Datang bulan Ramadhan: Sungguh Telah Datang kepadamu bulan Yang Penuh Berkat, diwajibkan Atas Kamu UNTUK puasa, Dalam, bulan ini Pintu syurga dibuka, Pintu neraka ditutup, Syaitan-Syaitan dibelenggu. Dalam, bulan ini ada suatu malam Yang nilanya sama DENGAN seribu bulan, barangsiapa diharamkan kebaikannya Maka (tidak beramal Baik didalamnya), sungguh Telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini). (HR. Ahmad)

Jika dihayati mafhum hadits, mana Ujug seseorang Yang Tinggi keimanannya Tidak bergembira DENGAN berita Akan tibanya bulan Satu Yang dibuka padanya Pintu-Pintu Seluruh syurga, ditutup Pintu-Pintu neraka. Beginilah keadaanya alinea sahabat Rasulullah murah ternanti-nanti Yang bahkan rindu kehadiran Ramadhan DENGAN sehingga Baginda Rasulullah SAW mula cara membuat persedian menyambut Ramadhan seawal bulan Syaaban.

1) Mengulangkaji setiap perkara Yang berkaitan puasa seperti Hukum berpuasa, adab berpuasa murah hikmahnya agar dapat dilaksanakan AGLOCO DENGAN Baik murah Sempurna.
2) Memperbanyakkan doa agar ditambahkan Kekuatan, kelapangan murah kesempatan Serta keikhlasan UNTUK menempuh Ramadhan.
3) Berdasarkan kisah sahabat, dinyatakan bahawa sahabat sentiasa berdoa menjelang Ramadhan.
4) Pertama, doa supaya Allah menerima ibadat puasa murah pula doa memohon kedua Serta mengharap Allah memberikan Kekuatan BAGI mengerjakan puasa.
5) Mencegah daripada melakukan pembaziran Diri seperti ketika berbelanja Lebih berbuka
6) Kedatangan Ramadhan disambut DENGAN Penuh keazaman unutk melipatgandakan amalan.
7) Mengetengahkan rasa Senang murah Gembira Serta tahniah menjelang Ramadhan.
Inilah ANTARA amalan menjelang Ramadhan murah sentiasa dilakukan Rasulullah saw ketika menyambut Serta sahabat kedatangannya.
8) Hadis diriwayatkan bahawa Rasulullah sentiasa mngucapkan kata-kata semangat Kepada sahabat DENGAN bersabda: ". Sudah Datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu Segala bulan"

(siapa Tahu ini Ramadhan terakhir Ujug buat Kita .. . )
»»  Baca Selengkapnya...

The Seven Islamic Daily Habits Dalam Surat Al-Fatihah

Mukaddimah
Di masyarakat banyak sekali amalan-amalan mulia yang sudah sejak lama mentradisi. Banyak orang yang mengamalkan doa dan dzikir pagi dan petang. Mereka membacanya setelah shalat subuh dan shalat Maghrib. Di masyarakat Betawi; ada yang biasa baca yasinan pada malam jum’at, dan ada yang membacanya pada jum’at pagi ba’da shalat subuh. Dan kita sering mendengar pembawa acara mengajak kita bersama-sama untuk membaca surat al-fatihah untuk kita hadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia atau orang yang sedang sakit dan seterusnya.
Namun amalan-amalan mulia tersebut terkesan.. mulai kehilangan makna aslinya. Dzikir pagi dan petang yang menyuratkan dan menyiratkan pesan evaluasi diri seorang muslim akan pekerjaan hariannya hanya dijadikan wirid setelah wirid setelah shalat. Al-fatihah surat yang teragung itu ternyata hanya dipakai untuk mengirim hadiah kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia. Begitu juga dengan surah Yasin yang kandungannya begitu hebat, kin lebih terkesan dijadikan surat untuk seremonial atau untuk orang yang sedang sekarat saja.
Apakah ajaran Islam memang seperti itu? Apakah praktek keberagamaan hanya untuk mengumpulkan pahala akhirat?
Jawabannya adalah bahwa ajaran Islam tidak sekadar bekal buat akhirat, tetapi di dalamnya terdapat kunci-kunci pengantar sukses, ilmu dan peradaban, akhlaq dan etika serta estetika, membawa umatnya tidak sekadar bahagia diakhiratnya kelak, tapi juga memberikan kebahagiaan di dunia, kesuksesan dalam bekerja dan berkarya serta mampu menjadi pemimpin dunia.
Karena itulah kita selalu diminta oleh Allah untuk berdoa kepada Allah tidak sekadar kebahagiaan di dunia namun juga meminta kepada akhirat. Allah SWT berfirman:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ. وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia”, dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka” (Al-Baqarah:200-201)
Dan untuk menuju kebahagiaan akhirat harus melalui jalan yang telah disediakan di dunia dan tidak melupakannya. Allah berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qasahash:77)
Dan di antara ajaran Islam yang disampaikan Allah melalui wahyu-Nya danoleh Nabi saw melalui haditsnya, akan kita dapatkan lautan ilmu dan pengetahuan, akhlaq dan syariat, serta aturan yang dapat dijadikan sebagai pegangan hidup menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dan surat Al-fatihah adalah salah satu surat yang Allah turunkan untuk umatnya, laksana samudra yang tidak pernah kering untuk digali mutiara-mutiaranya. Di dalamnya terdapat beribu hikmah yang tidak mungkin bisa ditangkap semua dimensinya oleh satu dua orang atau bahkan ribuan orang. Al-fatihah, memiliki banyak multi dimensi yang gemerlap dari semua sisinya. Bukan sekadar bacaan yang kita ulang sebanyak 17 kali dalam sehari semalam, atau lebih dari itu, bukan sekadar suguhan hadiah yang dipersembahkan oleh yang masih hidup kepada yang sudah meninggal, atau yang sehat kepada yang sedang menderita sakit dan lain sebagainya. Namun al-fatihah merupakan surat paling agung yang diturunkan Allah kepada manusia. Dari namanya yang beragam mengisyaratkan akan keistimewaan dan kelebihannya; ummul kitab, ummul qur’an, al-kafiyah, as-syifa, as-sab’ul matsani, al-qur’an al-azhim.
Tujuh aktivitas (kebiasaan) Islami sehari-hari, yang coba diambil dari surat Al-Fatihah juga menjadi bagian yang perlu kita perhatikan, sehingga dengan demikian dapat menjadi bagian dari akhlaq yang membimbing kita ke jalan yang lurus dan baik di dunia dan akhirat.
Dan umat tidak boleh terlepas dari 7 kebiasaan ini sebagaimana ia tidak boleh lupa dan alpa apalagi tidak melakukannya untuk membaca Al-Fatihah pada saat mendirikan shalat. Dari surat al-fatihah dapat kita ambil pelajaran akan tujuh prinsip dasar seorang muslim dalam bekerja dan berkarya serta menjalani kehidupannya sehari-hari. Dan tujuh prinsip ini pula yang menggabungkan tiga kecerdasan dasar manusia; yaitu spiritual, intelektual dan emosional. Yang dapat disingkat dengan B5KB;
1. Bismillah dalam memulai setiap pekerjaan,
2. Bersyukur atas segala nikmat yang diterima,
3. Berfikir positif terhadap Allah dan berkasih sayang terhadap sesama,
4. Berorientasi akhirat, 5. Bahagiakan hidup dengan ibadah dan doa,
6. Konsisten dalam komitmen,
7. Bercermin.
Rasulullah saw memahami betul akan kehebatan Al-Fatihah. Karenanya, beliau sangat antusias mengajarkannya kepada para sahabat. Keseriusan Nabi saw mengajarkan Al-fatihah tampak dari rentang waktu beliau mensosialisasikan dan mengajarkan maknanya. Meskipun surat ini diturunkan di Mekah, tetap beliau tetap mengingatkan makna keagungan surat ini hingga periode Madinah.
Di antara hadits-hadits yang menjelaskan antusiasme Rasulullah saw mengajarkan surat ini adalah:
Dari Abu Sa’id Al-Mu’alla berkata: Aku tengah shalat di masjid, lalu Rasulullah saw memanggilku, dan akupun menjawab panggilan beliau. Aku berkata: Ya Rasulullah, tadi aku sedang shalat. Beliau berkata: Bukankah Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu”. Kemudian beliau berkata kepadaku: “Aku sungguh akan mengajarkan kepadamu suatu surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid”. Kemudian beliau memegang tanganku. Ketika beliau ingin keluar, aku berkata kepadanya: bukankah Engkau berkata akan mengajarkan kepadaku suatu surat yang paling agung dalam Al-Qur’an? Beliau berkata: Al-hamdulillah Rabbi al-alamin”, ia adalah tujuah ayat yang berulang dan Al-Quran yang agung yang dianugerahkan kepadaku. (Bukhari)
Dari Abu Hurairah dari Ubay bin Ka’ab berkata, Rasulullah saw bersabda: “Allah tidak pernah menurunkan di dalam Taurat maupun di dalam injil seperti ulumul Qur’an. Ia adalah tujuh ayat yang berulang, ia terbagi dua, antara Allah dengan hamba-Nya dan bagi hamba-hamba-Nya tergantung apa dia minta”. (Tirmidzi).
Sebelum kita memasuki kajian tentang 7 Kebiasaan Islami Sehari-hari dalam surat Al-Fatihah, ada baiknya kita mengenal lebih dahulu tentang surat al-fatihah itu sendiri:
* Surat ini terdiri atas 7 ayat.
* Termasuk surat-surat Makkiyah, termasuk surat yang pertama kali diturunkan secara lengkap.
* Dinamakan “al-fatihah” yang artinya pembuka, karena merupakan dari surat-surat yang lainnya. Bahkan umat islam juga banyak menjadikannya sebagai pembuka setiap acara atau kegiatan.
Nama-nama lain surat al-fatihah:
* UMMUL QUR’AN = Induk Al-Quran
* UMMUL KITAB = Induk al-Kitab; karena al-fatihah merupakan induk semua isi Al-Quran, serta menjadi inti sari dari kandungan Al-Quran dan karena diwajibkan membacanya pada tiap-tiap shalat.
* AS-SAB’UL MATSANI = tujuh yang berulang-ulang karena ayatnya tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam shalat.
* AS-Syifa = Obat
* AL-KAFIYAH= Yang cukup, karena dengan memahami betul kandungan isi surat Al-fatihah maka sudah cukup baginya memahami kandungan surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an.
Pokok-pokok isi kandungan surat al-fatihah
* IMAN = 1-4 (mengandung keimanan kepada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, Pencipta, Pemberi Rizki, Pengatur alam dan Allah yang Memiliki kerajaan dan hari pembalasan
* IBADAH DAN DOA = 5 (mengandung ungkapan ikhlas hanya kepada Allah manusia beribadah, berserah diri dan mengabdi serta bertawakkal dan berdo’a.
* HUKUM-HUKUM = 6 (mengandung petunjuk jalan kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat)
* KISAH-KISAH = 7 (mengandung kisah umat terdahulu; 1. umat yang beriman, 2. umat yang dimurkai (Yahudi) dan 3. umat yang tersesat (Nasrani).
Catatan:
Tulisan ini merupakan ringkasan dari sebuah buku yang ditulis oleh Al-Mukarram Ust. Harjani Hefni, dengan judul The Seven Islamic Daily Habits, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan pahala dari apa yang telah beliau sumbangkan, dan semoga tulisan ini menjadi sarana menyebarkan dan mensosialisasikan tulisan yang sangat bermanfaat ini.
»»  Baca Selengkapnya...

Membuang Kertas-kertas yang Berisi Ayat-ayat Alquran dan Asma`ul Husna di Tempat Sampah

Pertanyaan
.
Memperhatikan permohonan fatwa No. 224 tahun 2208 yang berisi:
.
Sudah umum berlaku di seluruh kantor pemerintah dan yang lainnya di Mesir, pencantuman basmalah, ayat-ayat Alquran dan Nama Allah serta Asma`ul Husna di surat-surat permohonan. Kemudian surat-surat permohonan itu dibuang di dalam kotak sampah atau dibiarkan begitu saja di jalan-jalan sehingga diinjak-injak oleh orang-orang. Di samping itu, hal ini juga terjadi pada lembaran-lembaran Alquran, sehingga mengakibatkan pelecehan terhadap kesucian kalimat-kalimat yang mulia tersebut, ayat-ayat Alquran dan Asma`ul husna. Apa hukum hal ini?
.
Jawaban
Dewan Fatwa
Merupakan perkara agama yang.. sudah diketahui secara umum tentang tidak bolehnya membiarkan nama Allah dan firman-Nya serta nama Nabi saw. dan sabdanya dalam keadaan terhina. Adapun orang yang memang melakukannya dengan tujuan untuk menghinakannya, maka dia telah murtad dan keluar dari agama Islam. Akan tetapi, jika orang yang melakukannya karena tidak perhatian terhadapnya dan tidak mau repot disebabkan lebih mengutamakan urusan dunia daripada urusan akhirat, maka dia telah melakukan dosa besar. Hukum ini berlaku jika dia mengetahui keharaman itu, sengaja melakukannya, berdasarkan kemauannya sendiri, tidak lupa dan tidak dipaksa.
Menuliskan ayat Alquran dan nama Allah di kertas, wadah pembungkus, plastik, surat permohonan dan lainnya telah menjadi fenomena umum di masyarakat kita. Sehingga, usaha untuk selalu menjaga kata-kata suci itu menjadi sesuatu yang sangat berat bagi kaum muslimin, karena hal itu di luar kemampuan mereka yang terbatas. Maka, pelecehan terhadap benda-benda yang diagungkan tersebut tidak dapat dihalangi karena alasan umum al-balwa (hal umum yang terjadi dalam masyarakat) dan karena tidak mampu dihindari.
Oleh karena itulah, masalah ini memerlukan adanya kerjasama dari semua pihak agar mereka dapat terbebas dari perbuatan dosa ini. Jika dapat dihindari penggunaan kata-kata yang disucikan itu pada surat permohonan, kertas pembungkus, plastik dan lain sebagainya, maka hal itu harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar.
Ini adalah seruan bagi pihak yang mencantumkan kata-kata yang disucikan itu pada benda-benda yang disebutkan di atas. Seruan kedua kami tujukan kepada pemerintah agar membuat peraturan guna mengumpulkan benda-benda yang mengandung kata-kata itu serta bersikap penuh perhatian terhadap benda seperti ini, yaitu dengan membakar atau mendaur ulangnya setelah tidak terpakai. Seruan ketiga kami tujukan kepada masyarakat yang mampu untuk mendirikan proyek daur ulang plastik, kertas dan lain sebagainya. Seruan terakhir kami tujukan kepada segenap masyarakat agar sedapat mungkin bersikap hati-hati dan tidak teledor ketika berinteraksi dengan benda-benda seperti ini, yaitu dengan merobeknya atau membakarnya dengan baik.
Allah berfirman,
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya.” (Al-Hajj: 30).
Dan firman-Nya,
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32).
Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.
Sumber:
http://www.dar-alifta.org
»»  Baca Selengkapnya...