KEUTAMAAN LAILATUL QADAR

Tiada terasa kita segera memasuki sepertiga bagian dari bulan yang kita cintai, bulan Ramadhan. Detik-detik waktu serasa berlalu begitu cepat, sedangkan langkah kita pun masih tertatih-tatih untuk menyempurnakan rasa syukur kita bertemu dengan bulan yang mulia ini. Rasanya seperti baru kemarin saja kita memulai puasa di hari pertama, namun kini kita hendak berpisah dengannya dalam beberapa hari ke depan. Tentu hal ini seharusnya memperkuat azzam yang ada di dalam diri untuk lebih. . memperbaiki kualitas ibadah kita secara total di sepuluh hari yang terakhir, insya Allah.

Di antara amalan utama di sepuluh hari terakhir yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ialah pelaksanaan ibadah I�tikaf di masjid. I\'tikaf secara harfiah bermakna �tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik�. Sehingga makna dari I\'tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di dalam Al-Qur\'an sendiri terdapat penggunaan kata i�tikaf yang termaktub pada firman Allah Swt: �Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri\'tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa (QS 2:187).

Bagi seorang muslim yang hendak mencari predikat �muttaqin� seiring dengan berlalunya bulan Ramadhan ini, maka ibadah i�tikaf ini merupakan sarana penting dalam mencapai kesempurnaan ibadah di bulan Ramadhan. I\'tikaf sekaligus merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim dalam memelihara dan meningkatkan kualitas keislamannya.

Para ulama telah berijma\' bahwa I\'tikaf, khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan. Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri\'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Aisyah, Ibnu Umar dan Anas Radliallahu \'Anhum meriwayatkan :\'\'Rasulullah SAW selalu beri\'tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan \'\' (HR. Bukhori dan Muslim)

Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat, bahkan pada tahun wafatnya beliau beri\'tikaf selama 20 hari. Demikian pula halnya dengan para shahabat dan istri Rasulullah Saw senantiasa melaksanakan ibadah yang amat agung ini. Imam Ahmad berkata :\'\'Sepengetahuan saya tidak ada seorangpun dari ulama yang mengatakan bahwa I\'tikaf itu bukan sunnah\'\'.

Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: �Tahukah anda hadits yang menunjukkan keutamaan I\'tikaf ?� Ahmad menjawab: �tidak, kecuali hadits yang lemah. Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah I\'tikaf itu sendiri sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan cukuplah keutamaannya bahwa Rasulullah, para Shahabat, para Istri Rasulullah SAW dan para ulama salafusholeh senantiasa melakukan ibadah ini�.

Ibnu Qoyyim berkata : I\'tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati beri\'tikaf dan bersimpuh dihadapan Allah, berkhalwat denganNya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah.

Salah satu urgensi kita melakukan ibadah I�tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan, adalah karena pada rentang waktu tersebut, Allah SWT telah menyediakan satu malam yang mulia yaitu Lailatul Qadar (malam kemuliaan).

Allah Ta \'ala berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ(1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ(2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ(3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ(4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ(5)

\"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur\'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. \"(Al-Qadr: 1-5)

Allah telah menurunkan Al-Qur\'an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta\'ala berfirman :\"Sesungguhnya Kami menurunkannya (alQur-an) pada suatu malam yang diberkahi.\" (Ad-Dukhaan:3) Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta \'ala: \"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur\'an. \"(Al-Baqarah: 185).

Ibnu Abbas -radhiallahu \'anhu- berkata: \"Allah menurunkan Al-Qur\'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke Baitul \'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu \'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun.\"
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar dikarenakan keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta \'ala dan pada saat itu pula ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah: \"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.\" (Ad-Dukhaan: 4).

Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur\'anul Karim: \"Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?\" Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya: \"Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan. \" Sehingga beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, tilawah, dzikir, do\'a dsb sama dengan beribadah selama seribu bulan di waktu-waktu lain atau sama dengan 83 tahun 4 bulan.

Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril \'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya: \"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar\" (Al-Qadar: 5)

Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril- mengucapkan salam kepada orang-orang beriman. Dalam satu hadits shahih, Rasulullah shallallahu \'alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda: \"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.\" (Hadits Muttafaq \'Alaih)

Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu \'alaihi wasallam bersabda: \"Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.\" (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.

Disunnahkan bagi orang yang beri\'tikaf untuk meraih keutamaan Lailatul Qadar untuk menghidupkan malam dengan memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT, seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur\'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi Saw, do\'a dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah � ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik, meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkosentrasi penuh pada ibadah � ibadah mahdhah.

Adalah suatu kewajiban bagi kita untuk berlomba-lomba mencari keutamaan lailatul qadar di sepertiga terakhir bulan Ramadhan ini dengan niat yang ikhlas, dan hati yang bersih. Sehingga keluar di bulan Ramadhan sebagai pribadi-pribadi yang muttaqin, yang siap beramal ibadah dengan kualitas Ramadhan di 11 bulan berikutnya. Amin.
»»  Baca Selengkapnya...

Puasa yang disyari'atkan

Puasa yang disyari'atkan adalah puasanya
anggota badan dari dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana makan dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa, ia memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga memposisikan pada kedudukan orang yang tidak berpuasa.

Karena itu, yang benar-benar berpuasa adalah orang yang puasa segenap anggota badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan mengada-ada, perutnya berpuasa dari makan dan minum, kemaluannya berpuasa dari bersenggama.

Bila berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu yang melukai puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu yang merusak puasanya. Ucapan yang keluar daripadanya selalu
bermanfaat dan baik, demikian pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kasturi, yang tercium oleh orang yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut, itulah metafor (perumpamaan) bergaul dengan orang yang berpuasa, ia akan
mengambil manfaat dari bergaul dengannya, aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman. Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan:

“Dan sesungguhnya bau mulut orang puasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi.”


Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar menahan diri dari makan dan minum. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya). Dalam hadits lain dikatakan:

“Betapa banyak orang puasa, bagian dari
 puasanya (hanya) lapar dan dahaga.”
 (HR. Ahmad,hadits hasan shahih)(45).



SEBAB-SEBAB AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN



Dalam bulan Ramadhan, banyak sekali sebabsebab turunnya ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah:


1. Melakukan puasa di bulan ini. 

Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq alaih).


2. Melakukan shalaat tarawih dan tahajjud didalamnya. 

Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa melakukan shalat malam pada
bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosadosanya yang telah lalu .” (Muttafaq alaih).


3. Melakukan shalat dan ibadah di malam Lailatul Qadar. Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al Qur'anul Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa melakukan shalat di malam
Lailatul Qadar karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, niscaya diampuni dosadosanya yang telah lalu .” (Muttafaq alaih).



4. Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. 

Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa yang di dalamnya (bulan
Ramadhan) memberi ifthar kepada orang
berpuasa, niscaya hal itu menjadi (sebab)
ampunan dari dosa-dosanya,
dan pembebasan dirinya dari
api neraka.” ( HR. Ibnu Khuzaimah (46), Al-Baihaqi dan lalinnya).


5. Beristighfar. Meminta ampunan serta berdoa ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Doa orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka. Allah memerintahkan agar kita berdoa dan Dia menjamin mengabulkannya. Allah berfirman:

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada- Ku, niscaya Aku mengabulkannya untukmu.” (Ghafir: 60).


Dan dalam sebuah hadits disebutkan:

“Ada tiga macam orang yang tidak ditolak
doanya; di antaranya disebutkan, “orang yang berpuasa hingga ia berbuka.” (HR. Ahmad, At- Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah).”

Karena itu hendaknya setiap muslim
memperbanyak dzikir, do’a dan istighfar di
setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan. Ketika sedang berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat Allah turun di akhir malam. Nabi bersabda:

“Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia, yaitu ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman: “Barangsiapa berdoa kepada- Ku niscaya Aku kabulkan untuknya, memberinya dan barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya.” (HR. Muslim).


6. Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya permohonan orang yang ditolak pada saat Lailatul Qadar? Kapan akan baik orang yang tidak menjadi baik pada bulan Ramadhan?

Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat
islam senantiasa berdoa:

“Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya. Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya,
karunilah kami di dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lalu lindungilah kami di dalamnya dari berbagai fitnah.”

Mereka berdoa kepada Allah selama enam bulan agar bisa mendapatkan bulan Ramadhan, dan selama enam bulan berikutnya mereka berdoa agar puasanya
diterima. Di antara doa mereka itu adalah:

“Ya Allah, serahkanlah aku kepada bulan
Ramadhan, dan serahkanlah Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya daripadaku dengan rela(47).”



Adab puasa:

Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu-,
bahwasanya puasa tidak sempurna kecuali dengan merealisasikan enam perkara:

Pertama: Menundukkan pandangan serta
menahannya dari pandangan-pandangan liar
yang tercela dan dibenci.

Kedua : Menjaga lisan dari berbicara tidak karuan, menggunjing, mengadu domba dan dusta.

Ketiga : Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau tercela.

Keempat: Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.

Kelima : Hendaknya tidak memperbayak makan.

Keenam: Setelah berbuka, agar hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orangorang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah(48).



Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat islam termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari- Mu. Wahai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.


Semoga shalawat dan salam dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.



BER5AMBUN6 IN5YA ALLAH..



Catatan Kaki:

(45) Dan ia menshahihkan hadits ini.

(46) Dan ia menshahihkan hadits ini.

(47) Lihat Lathaiful ma'arif oleh Ibnu Rajab, hlm. 196-197.

(48) Lihat Mauizhatul Mukminin min Ihya’ ulumuddin, hlm. 59-60.








Sesungguhnya seorang mukmin bila berbuat dosa, maka akan (timbul)
satu titik noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan
(perbuatan tersebut) dan memohon ampunan (kepada Allah), maka hatinya
kembali bersih. Tetapi bila menambah (perbuatan dosa), maka bertambahlah
noda hitam tersebut sampai memenuhi hatinya.

Maka itulah arraan (penutup hati) yang telah disebutkan Allah dalam firmanNya :



"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka." (QS Al Muthaffifin:14).

»»  Baca Selengkapnya...