Menyambut Ramadhan

Alangkah bertuahnya sekiranya Persiapan Yang Kita lakukan rapi sempena menyambut ketibaan Ramadhan dinanti-nantikan Yang.

Diriwayatkan Dari Abu Hurairah ra: Bahwa Sesungguhnya Rasulullah saw. Pernah bersabda: Ketika Datang bulan Ramadhan: Sungguh Telah Datang kepadamu bulan Yang Penuh Berkat, diwajibkan Atas Kamu UNTUK puasa, Dalam, bulan ini Pintu syurga dibuka, Pintu neraka ditutup, Syaitan-Syaitan dibelenggu. Dalam, bulan ini ada suatu malam Yang nilanya sama DENGAN seribu bulan, barangsiapa diharamkan kebaikannya Maka (tidak beramal Baik didalamnya), sungguh Telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini). (HR. Ahmad)

Jika dihayati mafhum hadits, mana Ujug seseorang Yang Tinggi keimanannya Tidak bergembira DENGAN berita Akan tibanya bulan Satu Yang dibuka padanya Pintu-Pintu Seluruh syurga, ditutup Pintu-Pintu neraka. Beginilah keadaanya alinea sahabat Rasulullah murah ternanti-nanti Yang bahkan rindu kehadiran Ramadhan DENGAN sehingga Baginda Rasulullah SAW mula cara membuat persedian menyambut Ramadhan seawal bulan Syaaban.

1) Mengulangkaji setiap perkara Yang berkaitan puasa seperti Hukum berpuasa, adab berpuasa murah hikmahnya agar dapat dilaksanakan AGLOCO DENGAN Baik murah Sempurna.
2) Memperbanyakkan doa agar ditambahkan Kekuatan, kelapangan murah kesempatan Serta keikhlasan UNTUK menempuh Ramadhan.
3) Berdasarkan kisah sahabat, dinyatakan bahawa sahabat sentiasa berdoa menjelang Ramadhan.
4) Pertama, doa supaya Allah menerima ibadat puasa murah pula doa memohon kedua Serta mengharap Allah memberikan Kekuatan BAGI mengerjakan puasa.
5) Mencegah daripada melakukan pembaziran Diri seperti ketika berbelanja Lebih berbuka
6) Kedatangan Ramadhan disambut DENGAN Penuh keazaman unutk melipatgandakan amalan.
7) Mengetengahkan rasa Senang murah Gembira Serta tahniah menjelang Ramadhan.
Inilah ANTARA amalan menjelang Ramadhan murah sentiasa dilakukan Rasulullah saw ketika menyambut Serta sahabat kedatangannya.
8) Hadis diriwayatkan bahawa Rasulullah sentiasa mngucapkan kata-kata semangat Kepada sahabat DENGAN bersabda: ". Sudah Datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu Segala bulan"

(siapa Tahu ini Ramadhan terakhir Ujug buat Kita .. . )
»»  Baca Selengkapnya...

The Seven Islamic Daily Habits Dalam Surat Al-Fatihah

Mukaddimah
Di masyarakat banyak sekali amalan-amalan mulia yang sudah sejak lama mentradisi. Banyak orang yang mengamalkan doa dan dzikir pagi dan petang. Mereka membacanya setelah shalat subuh dan shalat Maghrib. Di masyarakat Betawi; ada yang biasa baca yasinan pada malam jum’at, dan ada yang membacanya pada jum’at pagi ba’da shalat subuh. Dan kita sering mendengar pembawa acara mengajak kita bersama-sama untuk membaca surat al-fatihah untuk kita hadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia atau orang yang sedang sakit dan seterusnya.
Namun amalan-amalan mulia tersebut terkesan.. mulai kehilangan makna aslinya. Dzikir pagi dan petang yang menyuratkan dan menyiratkan pesan evaluasi diri seorang muslim akan pekerjaan hariannya hanya dijadikan wirid setelah wirid setelah shalat. Al-fatihah surat yang teragung itu ternyata hanya dipakai untuk mengirim hadiah kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia. Begitu juga dengan surah Yasin yang kandungannya begitu hebat, kin lebih terkesan dijadikan surat untuk seremonial atau untuk orang yang sedang sekarat saja.
Apakah ajaran Islam memang seperti itu? Apakah praktek keberagamaan hanya untuk mengumpulkan pahala akhirat?
Jawabannya adalah bahwa ajaran Islam tidak sekadar bekal buat akhirat, tetapi di dalamnya terdapat kunci-kunci pengantar sukses, ilmu dan peradaban, akhlaq dan etika serta estetika, membawa umatnya tidak sekadar bahagia diakhiratnya kelak, tapi juga memberikan kebahagiaan di dunia, kesuksesan dalam bekerja dan berkarya serta mampu menjadi pemimpin dunia.
Karena itulah kita selalu diminta oleh Allah untuk berdoa kepada Allah tidak sekadar kebahagiaan di dunia namun juga meminta kepada akhirat. Allah SWT berfirman:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ. وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia”, dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka” (Al-Baqarah:200-201)
Dan untuk menuju kebahagiaan akhirat harus melalui jalan yang telah disediakan di dunia dan tidak melupakannya. Allah berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qasahash:77)
Dan di antara ajaran Islam yang disampaikan Allah melalui wahyu-Nya danoleh Nabi saw melalui haditsnya, akan kita dapatkan lautan ilmu dan pengetahuan, akhlaq dan syariat, serta aturan yang dapat dijadikan sebagai pegangan hidup menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dan surat Al-fatihah adalah salah satu surat yang Allah turunkan untuk umatnya, laksana samudra yang tidak pernah kering untuk digali mutiara-mutiaranya. Di dalamnya terdapat beribu hikmah yang tidak mungkin bisa ditangkap semua dimensinya oleh satu dua orang atau bahkan ribuan orang. Al-fatihah, memiliki banyak multi dimensi yang gemerlap dari semua sisinya. Bukan sekadar bacaan yang kita ulang sebanyak 17 kali dalam sehari semalam, atau lebih dari itu, bukan sekadar suguhan hadiah yang dipersembahkan oleh yang masih hidup kepada yang sudah meninggal, atau yang sehat kepada yang sedang menderita sakit dan lain sebagainya. Namun al-fatihah merupakan surat paling agung yang diturunkan Allah kepada manusia. Dari namanya yang beragam mengisyaratkan akan keistimewaan dan kelebihannya; ummul kitab, ummul qur’an, al-kafiyah, as-syifa, as-sab’ul matsani, al-qur’an al-azhim.
Tujuh aktivitas (kebiasaan) Islami sehari-hari, yang coba diambil dari surat Al-Fatihah juga menjadi bagian yang perlu kita perhatikan, sehingga dengan demikian dapat menjadi bagian dari akhlaq yang membimbing kita ke jalan yang lurus dan baik di dunia dan akhirat.
Dan umat tidak boleh terlepas dari 7 kebiasaan ini sebagaimana ia tidak boleh lupa dan alpa apalagi tidak melakukannya untuk membaca Al-Fatihah pada saat mendirikan shalat. Dari surat al-fatihah dapat kita ambil pelajaran akan tujuh prinsip dasar seorang muslim dalam bekerja dan berkarya serta menjalani kehidupannya sehari-hari. Dan tujuh prinsip ini pula yang menggabungkan tiga kecerdasan dasar manusia; yaitu spiritual, intelektual dan emosional. Yang dapat disingkat dengan B5KB;
1. Bismillah dalam memulai setiap pekerjaan,
2. Bersyukur atas segala nikmat yang diterima,
3. Berfikir positif terhadap Allah dan berkasih sayang terhadap sesama,
4. Berorientasi akhirat, 5. Bahagiakan hidup dengan ibadah dan doa,
6. Konsisten dalam komitmen,
7. Bercermin.
Rasulullah saw memahami betul akan kehebatan Al-Fatihah. Karenanya, beliau sangat antusias mengajarkannya kepada para sahabat. Keseriusan Nabi saw mengajarkan Al-fatihah tampak dari rentang waktu beliau mensosialisasikan dan mengajarkan maknanya. Meskipun surat ini diturunkan di Mekah, tetap beliau tetap mengingatkan makna keagungan surat ini hingga periode Madinah.
Di antara hadits-hadits yang menjelaskan antusiasme Rasulullah saw mengajarkan surat ini adalah:
Dari Abu Sa’id Al-Mu’alla berkata: Aku tengah shalat di masjid, lalu Rasulullah saw memanggilku, dan akupun menjawab panggilan beliau. Aku berkata: Ya Rasulullah, tadi aku sedang shalat. Beliau berkata: Bukankah Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu”. Kemudian beliau berkata kepadaku: “Aku sungguh akan mengajarkan kepadamu suatu surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid”. Kemudian beliau memegang tanganku. Ketika beliau ingin keluar, aku berkata kepadanya: bukankah Engkau berkata akan mengajarkan kepadaku suatu surat yang paling agung dalam Al-Qur’an? Beliau berkata: Al-hamdulillah Rabbi al-alamin”, ia adalah tujuah ayat yang berulang dan Al-Quran yang agung yang dianugerahkan kepadaku. (Bukhari)
Dari Abu Hurairah dari Ubay bin Ka’ab berkata, Rasulullah saw bersabda: “Allah tidak pernah menurunkan di dalam Taurat maupun di dalam injil seperti ulumul Qur’an. Ia adalah tujuh ayat yang berulang, ia terbagi dua, antara Allah dengan hamba-Nya dan bagi hamba-hamba-Nya tergantung apa dia minta”. (Tirmidzi).
Sebelum kita memasuki kajian tentang 7 Kebiasaan Islami Sehari-hari dalam surat Al-Fatihah, ada baiknya kita mengenal lebih dahulu tentang surat al-fatihah itu sendiri:
* Surat ini terdiri atas 7 ayat.
* Termasuk surat-surat Makkiyah, termasuk surat yang pertama kali diturunkan secara lengkap.
* Dinamakan “al-fatihah” yang artinya pembuka, karena merupakan dari surat-surat yang lainnya. Bahkan umat islam juga banyak menjadikannya sebagai pembuka setiap acara atau kegiatan.
Nama-nama lain surat al-fatihah:
* UMMUL QUR’AN = Induk Al-Quran
* UMMUL KITAB = Induk al-Kitab; karena al-fatihah merupakan induk semua isi Al-Quran, serta menjadi inti sari dari kandungan Al-Quran dan karena diwajibkan membacanya pada tiap-tiap shalat.
* AS-SAB’UL MATSANI = tujuh yang berulang-ulang karena ayatnya tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam shalat.
* AS-Syifa = Obat
* AL-KAFIYAH= Yang cukup, karena dengan memahami betul kandungan isi surat Al-fatihah maka sudah cukup baginya memahami kandungan surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an.
Pokok-pokok isi kandungan surat al-fatihah
* IMAN = 1-4 (mengandung keimanan kepada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, Pencipta, Pemberi Rizki, Pengatur alam dan Allah yang Memiliki kerajaan dan hari pembalasan
* IBADAH DAN DOA = 5 (mengandung ungkapan ikhlas hanya kepada Allah manusia beribadah, berserah diri dan mengabdi serta bertawakkal dan berdo’a.
* HUKUM-HUKUM = 6 (mengandung petunjuk jalan kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat)
* KISAH-KISAH = 7 (mengandung kisah umat terdahulu; 1. umat yang beriman, 2. umat yang dimurkai (Yahudi) dan 3. umat yang tersesat (Nasrani).
Catatan:
Tulisan ini merupakan ringkasan dari sebuah buku yang ditulis oleh Al-Mukarram Ust. Harjani Hefni, dengan judul The Seven Islamic Daily Habits, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan pahala dari apa yang telah beliau sumbangkan, dan semoga tulisan ini menjadi sarana menyebarkan dan mensosialisasikan tulisan yang sangat bermanfaat ini.
»»  Baca Selengkapnya...

Membuang Kertas-kertas yang Berisi Ayat-ayat Alquran dan Asma`ul Husna di Tempat Sampah

Pertanyaan
.
Memperhatikan permohonan fatwa No. 224 tahun 2208 yang berisi:
.
Sudah umum berlaku di seluruh kantor pemerintah dan yang lainnya di Mesir, pencantuman basmalah, ayat-ayat Alquran dan Nama Allah serta Asma`ul Husna di surat-surat permohonan. Kemudian surat-surat permohonan itu dibuang di dalam kotak sampah atau dibiarkan begitu saja di jalan-jalan sehingga diinjak-injak oleh orang-orang. Di samping itu, hal ini juga terjadi pada lembaran-lembaran Alquran, sehingga mengakibatkan pelecehan terhadap kesucian kalimat-kalimat yang mulia tersebut, ayat-ayat Alquran dan Asma`ul husna. Apa hukum hal ini?
.
Jawaban
Dewan Fatwa
Merupakan perkara agama yang.. sudah diketahui secara umum tentang tidak bolehnya membiarkan nama Allah dan firman-Nya serta nama Nabi saw. dan sabdanya dalam keadaan terhina. Adapun orang yang memang melakukannya dengan tujuan untuk menghinakannya, maka dia telah murtad dan keluar dari agama Islam. Akan tetapi, jika orang yang melakukannya karena tidak perhatian terhadapnya dan tidak mau repot disebabkan lebih mengutamakan urusan dunia daripada urusan akhirat, maka dia telah melakukan dosa besar. Hukum ini berlaku jika dia mengetahui keharaman itu, sengaja melakukannya, berdasarkan kemauannya sendiri, tidak lupa dan tidak dipaksa.
Menuliskan ayat Alquran dan nama Allah di kertas, wadah pembungkus, plastik, surat permohonan dan lainnya telah menjadi fenomena umum di masyarakat kita. Sehingga, usaha untuk selalu menjaga kata-kata suci itu menjadi sesuatu yang sangat berat bagi kaum muslimin, karena hal itu di luar kemampuan mereka yang terbatas. Maka, pelecehan terhadap benda-benda yang diagungkan tersebut tidak dapat dihalangi karena alasan umum al-balwa (hal umum yang terjadi dalam masyarakat) dan karena tidak mampu dihindari.
Oleh karena itulah, masalah ini memerlukan adanya kerjasama dari semua pihak agar mereka dapat terbebas dari perbuatan dosa ini. Jika dapat dihindari penggunaan kata-kata yang disucikan itu pada surat permohonan, kertas pembungkus, plastik dan lain sebagainya, maka hal itu harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar.
Ini adalah seruan bagi pihak yang mencantumkan kata-kata yang disucikan itu pada benda-benda yang disebutkan di atas. Seruan kedua kami tujukan kepada pemerintah agar membuat peraturan guna mengumpulkan benda-benda yang mengandung kata-kata itu serta bersikap penuh perhatian terhadap benda seperti ini, yaitu dengan membakar atau mendaur ulangnya setelah tidak terpakai. Seruan ketiga kami tujukan kepada masyarakat yang mampu untuk mendirikan proyek daur ulang plastik, kertas dan lain sebagainya. Seruan terakhir kami tujukan kepada segenap masyarakat agar sedapat mungkin bersikap hati-hati dan tidak teledor ketika berinteraksi dengan benda-benda seperti ini, yaitu dengan merobeknya atau membakarnya dengan baik.
Allah berfirman,
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya.” (Al-Hajj: 30).
Dan firman-Nya,
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32).
Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.
Sumber:
http://www.dar-alifta.org
»»  Baca Selengkapnya...

Masuk Islam Setelah Chatting Di Internet

Chatting terkadang dipersepsikan sebagai kebiasan orang yang tidak punya pekerjaan dan hanya bermalas – malasan, namun siapa sangka berawal dari hal tersebut Musa , 16 tahun yang note bennya beragama yahudi bisa menemukan hidayah dari sana. berikut kisah selengkapnya .
.
Musa Caplan nama lengkapnya. Baru berusia 16 tahun. Sebelum memeluk Islam, Musa beragama Yahudi. Keluarganya bukanlah dari.. kalangan Yahudi tradisional (orthodok). Namun ia justru belajar agama dari penganut tradisional.
“Aku belajar agama dari kelompok Yahudi Orthodok di sinagog (rumah ibadah kaum Yahudi-red). Demikian pula pendidikan formal juga di sekolah orthodok,” tutur Musa. Tinggal di komunitas Yahudi Orthodok di Amerika Serikat, ia seakan ”putus” kontak dengan dunia luar. Otomatis kala itu Musa tidak punya teman non-Yahudi sama sekali. Melalui bantuan internetlah ia mendapatkanbanyak teman, terutama dari kalangan Islam. Dari diskusi online, ia justru mulai ragu dengan agamanya dan akhirnya bersyahadah via internet. Berikut kisahnya seperti dituturkan di di situs readingislam.com.
Kenal Islam lewat internet
“Belakangan, sejak kenal internet, aku jadi suka chating. Dari situlah bisa kenalan dengan berbagai macam kalangan, suku dan agama,” imbuhnya. Bahkan, e-mail Musa secara perlahan mulai terisi oleh teman-temannya yang beragama Islam. Sejak saat itulah ia mulai tertarik dan antusias mempelajari Islam.
“Aku menaruh perhatian sangat spesial dengan Islam. Kami saling bertukar info tentang Tuhan, nabi, moral, dan nilai-nilai agama. Perlahan aku jadi tahu banyak tentang Islam. Ternyata Islam adalah agama yang penuh damai. Begitupun aku belum bisa menghilangkan imej buruk tentang Islam. Misal ketika kudengar ada serangan teroris, sama seperti yang lainnya, aku menuding Islam itu ekstrem.” aku Musa. Beruntungnya ia punya kenalan online beragama Islam. “Dialah yang telah membuka pintu Islam kepadaku.”
Alhasil ia justru jadi banyak bertanya pada dirinya sendiri. Apakah agama Islam mengajarkan hal itu (membunuh orang tak berdosa)? Katanya Nabi Muhammad adalah seorang pejuang besar dan tidak pernah membunuh orang tak berdosa.
“Dari diskusi itu aku yakin Islam juga mengajarkan respek, damai, dan toleransi. Tidak pernah disebutkan untuk membunuh orang selain Islam. Dalam Al-Quran ada satu pelajaran yang sangat berharga dan dalam maknanya:”Membunuh seseorang, sama dengan merusak seluruh dunia.” Musa menyitir sebuah ayat Al-Quran.
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. (Al-Ma’idah:32)
Setelah yakin Islam bukan agama perang, Musa memutuskan untuk mempelajari Islam lebih mendalam. Ia justru menemukan keragu-raguan dalam agamanya sendiri.
“Entah mengapa pandanganku sangat cocok dengan pandangan Islam. Aku bahkan menduga Kitab Perjanjian Lama, misalnya, telah banyak diubah. Diubah semata-mata untuk kepentingan materi.”
“Hal menarik lainnya yang membawaku makin condong ke Islam adalah kebenaran ilmiah (scientific truth) yang ada dalam Al-Quran. Kandungan ilmiah Al-Quran luar biasa. Misal Quran menceritakan bagaimana kejadian manusia yang berawal dari sperma manusia. Asal mula kehifupan manusia sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran itu jauh sebelum ilmu pengetahuan ditemukan,” tukas Musa mantap.
“Al-Quran juga menyatakan bagaimana gunung-gunung dibentuk dan berbicara tentang lapisan atmosfir! Ini semuanya hanya beberapa dari begitu banyaknya penemuan-penemuan ilmiah, yang telah ada dalam Al-Quran 1400-an tahun yang lalu jauh sebelum penemuan-penemuan ilmu pengetahuan saat ini. Inilah salah satu kunci atau faktor yang menghantarku menemukan kebenaran dalam kehidupan,” lanjutnya bersemangat.
Musa menambahkan ada banyak website (situs) yang sangat bias dalam mengartikan ayat-ayat tertentu. Misalnya ayat-ayat tentang “perang”. Dikatakannya, kebanyakan situs-situs itu mengambil frase “perang”tersebut untuk membuat opini bahwa Islam agama suka perang.
“Padahal tidak demikian. Dalam bahasa Arab, kata Islam berasal dari salama yang bermakna “damai atau selamat”. Aku sangat yakin Islam agama damai.”
Tidak berani tinggalkan shalat
Menilik usianya yang masih sangat muda dan tinggal di lingkungan kaum Yahudi, Musa menghadapi banyak tantangan. Terutama dari keluarganya.
“Sungguh sangat sulit bagi mereka jika tahu aku telah berganti keyakinan. Jujur saja, keluarga dan sanak famili semua sayang padaku. Apa reaksi mereka kala mengetahui anak laki-laki kesayangannya telah masuk Islam? Karena itu, sementara waktu aku tak bisa leluasa memperlihatkan kehidupan Islam secara sempurna dalam kehidupan harian. Namun aku bersyukur kepada Allah, diberikan kekuatan hingga tetap bisa menunaikan shalat lima waktu dengan lancar. Khusus shalat saya berjuang untuk tidak meninggalkannya,” tutur Musa.
Menariknya, tatacara amal ibadah dalam Islam, semisal shalat dipelajarinya melalui chatting dengan rekan muslim dan juga browsing di internet.
“Paling kurang aku bisa tetap memelihara keyakinan pada Allah. Beberapa hal lain, secara fisik, lumayan sulit mengekspresikannya di khalayak ramai.”
Musa belum berani memberitahukan kepada kedua orangtuanya bahwa sudah memeluk Islam. Karena itu pula ia belum berani keluar rumah guna mendatangi mesjid untuk shalat. Seperti disebutkan di atas, tempat tinggalnya adalah kawasan Yahudi Orthodoks dan mesjid yang ada letaknya pun sangat jauh dengan rumahnya.
Karena usia yang masih sangat belia, Musa terkadang sulit mengendalikan emosinya. Misal kala berdebat sesuatu tentang Muslim, katakanlah tentang Timur Tengah, hatinya jadi mudah meletup.
“Saat diskusi seluruh anggota keluarga sudah pasti mendukung Israel. Mereka tidak tahu bagaimana kenyataan yang sebenarnya. Seperti bangsa Palestina, saya pikir seharusnya mereka memperlakukan rakyat disana secara baik. Ketika keluargaku bicara tentang situasi di sana, terutama saat mereka menyebut-nyebut “Tanah suci bangsa Yahudi” atau “Tanah Impian”, entah kenapa hatiku menolaknya dan bahkan ada rasa marah. Saya jadi gampang tersinggung.” aku Musa panjang lebar.
Sulitnya bersyahadah di khalayak ramai
“Aku belum mendapatkan kesempatan untuk mengucapkan syahadah dengan disaksikan khalayak ramai. Meskipun begitu aku telah bersyahadah di hadapan yang Maha Menyaksikan, yakni Allah SWT. Nanti ketika umurku sudah cukup dan dianggap dewasa untuk bepergian sendirian, maka aku berniat untuk melangkah ke mesjid, insya Allah. Hal terpenting saat ini adalah meningkatkan kualitas diri (iman),” ujarnya.
Diam-diam Musa bahkan mulai berdakwah dengan mengajak rekan-rekan sepermainannya untuk meninggalkan minum-minuman keras, nonton film porno, menjauhi obat-obatan terkarang dan juga menghilangkan kebiasaan mencuri. Namun tentu saja hal itu tidaklah mudah. Musa mencoba semampu yang ia bisa.
“Semuanya demi dan untuk Allah. Aku berharap sepanjang waktu yang ada bisa mengerjakan apa yang Allah maui dari hamba-Nya.”
Musa, uniknya, tidak mau disebut telah menemukan Islam atau masuk Islam ataupun telah mendapatkan cahaya terang selepas berada dalam kegelapan. Akan tetapi ia ingin dikatakan telah kembali kepada Islam. Semoga Allah menuntunnya kepada jalan yang benar sebagaimana Allah telah tuntun kita semua. Amiin.
Dianggap sudah mati
Peristiwa masuk Islamnya kalangan Yahudi memang sering bikin heboh. Kebanyakan komunitas dan terlebih keluarga si muallaf tidak bisa menerima hal itu. Seperti peristiwa kaburnya seorang gadis Yahudi baru-baru ini di Yaman. Terakhir diketahui sang gadis telah memeluk Islam. Kabarnya di sana peristiwa seperti itu telah puluhan kali terjadi. Untuk kasus seperti itu, maka pihak keluarga si muallaf Yahudi melakukan upacara kematian dan menganggap salah satu anggota keluarganya telah mati, karena keluar dari agama Yahudi.
Maryam Jamilah, penulis buku Islam terkenal dan seorang muallaf Yahudi Amerika yang masuk Islam tahun 1961, pernah mengalami masa-masa sulit selepas berganti keyakinan. Diceritakan kala itu ia dianggap sudah tidak ada lagi oleh anggota keluarganya.
“Keluarga saya menyusun opini bahwa saya sudah keluar (dari Yahudi). Saya diperingatkan, dengan memeluk Islam kehidupan saya akan sulit, Karena Islam bukan bagian dari Amerika. Dikatakan mereka, dengan ber-Islam maka saya akan diasingkan dari keluarga dan masyarakat,” kisah wanita yang punya nama asli Margaret Marcus itu sebagaimana disitir Islamreligion.
“Jujur saja, pada masa itu saya belum begitu kuat menghadapi serangan dan tekanan seperti itu. Hingga jatuh sakit. Bahjan saya berencana berhenti dari kuliah. Selama dua tahun saya berada dalam perawatan medis khusus,” lanjutnya. Maryam mulai bersentuhan dengan Islam kala baru berumur sepuluh tahun. Satu ketika ia pernah berujar begini.
“Delapan tahun di sekolah dasar, lalu empat tahun di sekolah menengah dan satu tahun di akademi. Saya belajar bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, Latin dan Yunani, Aritmatika, Geometri, Aljabar, Biologi, Sejarah Eropa dan Amerika, Musik dan Seni, akan tetapi saya tidak pernah mengenal siapa Tuhan saya!” Begitulah
»»  Baca Selengkapnya...

SEJARAH SINGKAT SMAN 95 JAKARTA

Bulan Juli 1987 dimulai pembelajaran di SMA Negeri Baru Tegal Alur Jakarta yang merupakan cikal bakal berdirinya SMA Negeri 95 Jakarta yang diresmikan pada tanggal 1 Maret 1988. Oleh Bapak wakil Presiden Umar Wirahadikusuma berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 052 Tahun 1988 pada tanggal 8 Februari 1988.

Berdirinya SMAN 95 Jakarta di tengah masyarakat sekitar yang waktu itu masih.. belum paham peran akan Pendidikan terhadap masa depan bangsa bagaikan air di tengan gurun tandus. Dari tahun ke tahun tingkat pendidikan masyarakat sekitar sekolah mulai membaik, seiring banyaknya siswa sekolah berasal dari masyarakat sekitar.
Pada saat ini SMA Negeri 95 Jakarta telah mampu mengukir beberapa prestasi akademis maupun non akademis dan pada tahun 2006 SMA Negeri 95 Jakarta ditetapkan sebagai sekolah Plus Standar Kotamadya dan SMA Negeri 95 Jakarta secara berturut-turut tetap mempertahankan Akreditasi A 2004 s.d 2007 dan 2008 s.d 2011.
sumber: rohis95.blogspot.com 


Setelah Membaca, Ayo Berbagi: 

 

»»  Baca Selengkapnya...

NASYID

Nasyid adalah salah satu seni Islam dalam bidang seni suara.Biasanya merupakan nyanyian yang bercorak Islam dan mengandungi kata-kata nasihat, kisah para nabi, memuji Allah, dan yang sejenisnya. Biasanya nasyid dinyanyikan secara acappela dengan hanya diiringi gendang. Metode ini muncul karena banyak ulama Islam yang melarang penggunaan alat musik kecuali alat musik perkusi.

Sejarah

Nasyid dipercaya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad.Syair thola'al badru 'alaina (yang artinya telah muncul rembulan di tengah kami)yang kini kerap dinyanyikan oleh tim qosidah dan majelis ta'lim, adalah syair yang dinyanyikan kaum muslimin saat menyambut kedatangan Rasulullah SAW ketika pertama kali hijrah ke Madinah.. Nasyid kemudian berkembang seiring dengan situasi dan kondisi saat itu. Misalnya nasyid di Timur Tengah yang banyak mengumandangkan pesan jihad maupun perlawanan terhadap imperialisme Israel lebih banyak dipengaruhi oleh situasi politik yang ada saat itu.

Nasyid di Indonesia

Nasyid mulai masuk ke Indonesia sekitar era tahun 80-an. Perkembangannya pada awalnya dipelopori oleh aktivis-aktivis kajian Islam yang mulai tumbuh di kampus-kampus pada masa itu. Pada awalnya yang dinyanyikan adalah syair-syair asli berbahasa Arab. Namun akhirnya berkembang dengan adanya nasyid berbahasa Indonesia dan dengan tema yang semakin luas (tidak hanya tema syahid dan jihad). Biasanya nasyid dinyanyikan dalam pernikahan, maupun perayaan hari besar umat Islam.
»»  Baca Selengkapnya...

Indahnya Hidup Dibawah Naungan Al-Qur'an

“Dan barangsiapa berpaling dari adz-Dzikr-KU, maka sesungguhnya baginya kehidupan yg sempit dan KAMI akan menghimpunnya pada hari Kiamat dlm keadaan buta.” (QS Thaha, 20:124).

SIKAP RASULULLAH SAW DAN PARA SAHABATNYA TERHADAP AL-QUR’AN

Di dlm kitab Mabahits fi Ulumil Qur’an ust DR Manna Khalil al-Qaththan menggambarkan sikap Nabi Muhammad SAW dan kecintaan beliau kepada al-Qur’an sbb : Adalah Rasulullah SAW itu sangat mencintai wahyu… beliau senantiasa menunggu2 datangnya ayat2 ALLAH SWT dg penuh kerinduan.. Sehingga jika turun suatu ayat, maka tdk terasa bibirnya yg mulia itu segera bergerak2 menirukan ucapan Jibril as sblm wahyu itu selesai dibacakan… Sehingga ALLAH SWT menurunkan ayat yg menjamin Nabi SAW akan hafal seluruh al-Qur’an dan memerintahkan beliau SAW agar sabar mendengarkan dulu sampai ayat tsb selesai dibacakan baru kemudian mengikutinya (QS al-Qiyamah, 17-18).


Hal ini begitu membekas dan mempengaruhi para sahabat ra dan para salafus shalih, sehingga mereka mencurahkan perhatian yg sangat besar terhadap ayat2 al-Qur’an, dan menjadikannya perintah harian dari RABB-nya, sebagaimana perkataan salah seorang sahabat mulia Ibnu Mas’ud ra : “Demi DZAT yg tdk ada Ilah kecuali DIA, tdk ada satupun surah al-Qur’an yg turun kecuali aku mengetahui dimana surah itu turun, di musim panas atau di musim dingin, dan tdklah satu ayatpun dari Kitabullah yg diturunkan kecuali aku mengetahui ttg apa ayat itu turun dan kapan ayat itu turun.”


Perhatian para sahabat dan salafus shalih yg luarbiasa besar ini kepada al-Qur’an bukanlah disebabkan karena pd wkt itu tdk ada peradaban lain yg maju dan modern (karena pd wkt itu dunia telah dikuasai oleh dua super power dg segala khazanah peradabannya, yaitu Byzantium di Barat dan Kisra di Timur), tetapi focusing tsb sengaja dilakukan oleh Rasulullah SAW agar membersihkan jiwa, pola pikir dan kehidupan para sahabat ra, karena proses kebangkitan sebuah generasi akan sangat tergantung pd apa yg menjadi dasar kebangkitan tsb.

Demikian pentingnya pembersihan mindframe ini sehingga beliau menegur Umar ra, ketika ia membaca al-Qur’an dan Taurat secara berganti2 untuk memperbandingkan, kata beliau SAW pada sahabatnya itu : “Buanglah itu! Demi DZAT yg jiwa Muhammad berada ditangan-NYA, seandainya Musa as masih hidup sekarang, maka tdk halal baginya kecuali harus mengikutiku, akulah penghulu para nabi dan akulah penutup para nabi..”

Sehingga sikap generasi sahabat Rasulullah SAW terhadap al-Qur’an adalah :

1. Membaca dengan benar, mengimani ayat-ayatnya dan mentadabburkannya. Firman Allah SWT : “Apakah mereka tidak mentadabburkan al-Qur’an? Ataukah dalam hati mereka ada kunci?” (QS Muhammad : 24).


2. Mencurahkan perhatian yang besar untuk membaca dan mempelajari kandungan al-Qur’an, yang sangat jauh berbeda dengan generasi kaum muslimin saat ini yang demikian jauh dari petunjuk PEMILIK dan PENCIPTA-nya, yang jangankan memahaminya, membacanyapun seolah tak ada waktu… Maha Benar ALLAH dg firman-Nya : “Pada hari dimana berkatalah Rasul : Wahai RABB-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan. Dan demikianlah KAMI jadikan bagi setiap nabi, musuh-musuh dari orang-orang yang berdosa, dan cukuplah RABB-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS al-Furqan : 30-31).

Berkata al-hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya : Yang dimaksud meninggalkan Al-Qur’an dalam ayat ini yaitu mencakup : Mengutamakan hal-hal lain daripada al-Qur’an, tidak beriman pada ayat-ayatnya, tidak mentadabburkannya, tidak memahami apa yg ia baca, tidak mengamalkan ayat-ayat yang dibaca, disibukkan oleh syair-syair, pendapat-pendapat dan lagu-lagu.. (Tafsir Ibnu Katsir, juz III hal 317)

3. Menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kehidupan dan sumber pengambilan hukum dalam tiap aspek kehidupan mereka. Dalam salah satu hadits disebutkan:

Dari Harts al-A’war ia berkata : Aku lewat di mesjid dan melihat orang-orang sedang asyik bercerita-cerita, maka aku kabarkan pada Ali ra : Wahai Amirul Mu’minin, tidakkah Anda mengetahui orang sedang asyik bercerita? Maka beliau menjawab : Apakah mereka melakukannya? Maka jawabku : Benar! Maka kata beliau : Adapun aku pernah dinasihati oleh kekasihku SAW : Sesungguhnya kelak akan datang bencana. Maka kataku : Bagaimana jalan keluarnya wahai Rasul Allah? Maka jawab beliau SAW : Kitabullah! Karena di dalamnya terdapat kabar tentang ummat-ummat sebelum kalian, dan berita-berita tentang apa yang akan terjadi setelah kalian, dan hukum-hukum bagi apa yang terjadi di masa kalian, ia adalah jalan yg lurus dan tidak ada kebengkokan, tidaklah para penguasa yang meninggalkannya akan dihinakan ALLAH, dan tidaklah orang yang mencari petunjuk selainnya akan disesatkan ALLAH, dia adalah tali ALLAH yang sangat kokoh, cahaya-NYA yang terang benderang, peringatan-NYA yang paling bijaksana, jalan-NYA yg paling lurus. Dengannya tidak akan pernah puas hati orang yang merenungkannya, dan tidak akan bosan lidah yang membacanya, dan tidak akan lelah orang yang membahasnya. Tidak akan kenyang ulama mempelajarinya, tak akan puas muttaqin menikmatinya. Ia tak akan bisa dipatahkan oleh banyaknya penentangnya, tak akan putus keajaibannya, tak akan henti-henti jin yg mendengarkannya berkata : Sungguh kami telah mendengar Al-Qur’an yg menakjubkan… Barangsiapa yang mempelajari ilmunya akan terdahulu,
barangsiapa yang berbicara dengannya akan benar, barangsiapa berhukum dengannya akan adil, barangsiapa yang beramal dengan membacanya akan dicukupkan pahalanya, dan barangsiapa yang berdakwah kejalannya akan diberi hidayah ke jalan yg lurus. Amalkan ini wahai A’war.. (HR ad-Darami dan teks ini darinya, juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata hadits gharib)

Keadaan Ummat Terdahulu (orang-orang Kafir) terhadap Kitab-kitab Mereka.

Marilah kita bercermin pada profil ummat-ummat terdahulu terhadap kitab-kitab mereka dan marilah kita bandingkan dengan keadaan kita masing-masing, agar kita tidak tersesat sebagaimana mereka dahulu telah tersesat dari jalan ALLAH SWT :


1. Ummi (Bodoh tidak dapat membaca dan memahaminya)

“Dan diantara mereka ada orang-orang yang ummi, tidak mengetahui isi Taurat, kecuali cerita-cerita dari orang-orang lain saja dan mereka hanya menduga-menduga saja.” (QS al-Baqarah : 78)

2. Beriman secara parsial

“Apakah kalian beriman pada sebagian Taurat dan ingkar kepada sebagian yg lain.” (QS al-Baqarah : 85)

3. Berusaha untuk berpaling dari Al-Qur’an kepada selainnya

“Dan sesungguhnya mereka hampir-hampir memalingkan kamu dari apa yang telah KAMI wahyukan kepadamu, agar kamu membuat selain al-Qur’an secara bohong terhadap KAMI, dan kalau sudah demikian tentulah mereka mengambilmu sebagai sahabat setia …” (QS al-Isra : 73)

4. Sengaja menghindar dari pengaruh Al-Qur’an

“Dan orang-orang kafir berkata : Janganlah kalian mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kalian dapat mengalahkannya.” (QS Fushshilat : 26)

5. Cinta dunia dan takut mati

“Sekali-sekali janganlah begitu! Sebenarnya kalian (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan lari dari akhirat.” (QS al-Qiyamah : 20-21)
»»  Baca Selengkapnya...

Berkah Sebuah Ketakwaan

Ada seorang pemuda yang bertakwa, tetapi dia sangat lugu. Suatu kali
dia belajar pada seorang syaikh. Setelah lama menuntut ilmu, sang syaikh
menasihati dia dan teman - temannya : "Kalian tidak boleh menjadi beban
orang lain. Sesungguhnya, seorang alim yang menadahkan tangannya kepada
orang-orang berharta, tak ada kebaikan dalam diri-nya. Pergilah kalian
semua dan bekerjalah dengan pekerjaan ayah kalian masing- masing.
Sertakanlah selalu ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan
tersebut."
Maka.. pergilah pemuda tadi menemui ibunya seraya ber-tanya: "Ibu, apakah
pekerjaan yang dulu dikerjakan ayahku?" Sambil bergetar ibunya
menjawab: "Ayahmu sudah meninggal. Apa urusanmu dengan pekerjaan ayah-mu?" Si
pemuda ini terus memaksa agar diberitahu, tetapi si ibu selalu mengelak.
Namun akhirnya si ibu terpaksa angkat bicara juga, dengan nada jengkel
dia berkata: "Ayahmu itu dulu seorang pencuri?"!
Pemuda itu berkata: "Guruku memerintahkan kami -murid-muridnya- untuk
bekerja seperti pekerjaan ayahnya dan dengan ketakwaan kepada Allah
dalam menjalankan pekerjaan tersebut."
Ibunya menyela: "Hai, apakah dalam pekerjaan mencuri itu ada
ketakwaan?" Kemudian anaknya yang begitu polos menjawab: "Ya, begitu kata
guruku." Lalu dia pergi bertanya kepada orang-orang dan belajar bagaimana para
pencuri itu melakukan aksinya. Sekarang dia mengetahui teknik mencuri.
Inilah saatnya beraksi. Dia menyiapkan alat-alat mencuri, kemudian
shalat Isya' dan menunggu sampai semua orang tidur. Sekarang dia keluar
rumah untuk menjalankan profesi ayahnya, seperti perintah sang guru
(syaikh). Dimulailah dengan rumah tetangganya. Saat hendak masuk ke dalam
rumah dia ingat pesan syaikhnya agar selalu bertakwa. Padahal mengganggu
tetangga tidaklah termasuk takwa. Akhirnya, rumah tetangga itu
ditingalkannya. Ia lalu melewati rumah lain, dia berbisik pada dirinya: "Ini
rumah anak yatim, dan Allah memperi-ngatkan agar kita tidak memakan harta
anak yatim". Dia terus berjalan dan akhirnya tiba di rumah seorang
pedagang kaya yang tidak ada penjaganya. Orang-orang sudah tahu bahwa
pedagang
ini memiliki harta yang melebihi kebutuhannya. "Ha, di sini",
gumamnya. Pemuda tadi memulai aksinya. Dia berusaha membuka pintu dengan
kunci-kunci yang disiapkannya. Setelah berhasil masuk, rumah itu ternyata
besar dan banyak kamarnya. Dia berke-liling di dalam rumah, sampai
menemukan tempat penyim-panan harta. Dia membuka sebuah kotak, didapatinya
emas, perak dan uang tunai dalam jumlah yang banyak. Dia tergoda untuk
mengambilnya. Lalu dia berkata: "Eh, jangan, syaikhku berpesan agar aku
selalu bertakwa. Barangkali pedagang ini belum mengeluarkan zakat
hartanya. Kalau begitu, sebaiknya aku keluarkan zakatnya terlebih dahulu."
Dia mengambil buku-buku catatan di situ dan menghidupkan lentera kecil
yang dibawanya. Sambil membuka lembaran buku-buku itu dia menghitung.
Dia memang pandai berhitung dan berpengalaman dalam pembukuan. Dia
hitung semua harta yang ada dan memperkirakan berapa zakatnya. Kemudia dia
pisahkan harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitung dan
menghabis-kan waktu berjam-jam. Saat menoleh, dia lihat fajar telah
menyingsing. Dia berbicara sendiri: "Ingat takwa kepada Allah! Kau harus
melaksanakan shalat dulu!" Kemudian dia keluar menuju ruang tengah rumah,
lalu berwudhu di bak air untuk selanjutnya melakukan shalat sunnah.
Tiba-tiba tuan rumah itu terbangun. Dilihatnya dengan penuh keheranan, ada
lentera kecil yang menyala. Dia lihat pula kotak hartanya dalam keadaan
terbuka dan ada orang sedang melakukan shalat. Isterinya bertanya: "Apa
ini?" Dijawab suaminya: "Demi Allah, aku juga tidak tahu." Lalu dia
menghampiri pencuri itu: "Kurang ajar, siapa kau dan ada apa ini?" Si
pencuri
berkata: "Shalat dulu, baru bicara. Ayo pergilah berwudhu' lalu shalat
bersama. Tuan rumah-lah yang berhak jadi imam".
Karena khawatir pencuri itu membawa senjata si tuan rumah menuruti
kehendaknya. Tetapi -wallahu a'lam- bagaimana dia bisa shalat. Selesai
shalat dia bertanya: "Sekarang, coba ceritakan, siapa kau dan apa
urusanmu?" Dia menjawab: "Saya ini pencuri". "Lalu apa yang kau per-buat dengan
buku-buku catatanku itu?", tanya tuan rumah lagi. Si pencuri menjawab:
"Aku menghitung zakat yang belum kau keluarkan selama enam tahun.
Sekarang aku sudah menghitungnya dan juga sudah aku pisahkan agar kau dapat
memberikannya pada orang yang berhak", Hampir saja tuan rumah itu
dibuat gila karena terlalu ke-heranan. Lalu dia berkata: "Hai, ada apa
denganmu sebe-narnya. Apa kau ini gila?" Mulailah si pencuri itu bercerita
dari awal. Dan setelah tuan rumah itu mendengar ceritanya dan mengetahui
ketepatan serta kepandaiannya dalam menghitung, juga kejujuran
kata-katanya, juga mengetahui manfaat zakat, dia pergi menemui isterinya.
Mereka berdua dikaruniai seorang puteri. Setelah keduanya berbicara, tuan
rumah
itu kembali menemui si pencuri, kemudian berkata: "Bagaimana sekiranya
kalau kau aku nikahkan dengan puteriku. Aku akan angkat engkau menjadi
sekre-taris dan juru hitungku. Kau boleh tinggal bersama ibumu di rumah
ini. Kau kujadikan mitra bisnisku." Ia menjawab: "Aku setuju." Di pagi
hari itu pula sang tuan rumah memanggil para saksi untuk acara akad
Nikah Puterinya.
»»  Baca Selengkapnya...

Pengertian dan Hukum Shalat Tahajjud

PENGERTIAN DAN HUKUM SHALAT TAHAJJUD
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Shalat Tahajjud (Qiyaamul Lail) adalah shalat sunnah yang dilakukan seseorang setelah ia bangun dari tidurnya di malam hari meskipun tidurnya hanya sebentar. Sangat ditekankan apabila shalat ini dilakukan pada sepertiga malam yang terakhir karena pada saat itulah waktu dikabulkannya do’a.

Hukum shalat Tahajjud adalah.. sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Shalat sunnah ini telah tetap berdasarkan dalil dari Al-Qur-an, Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ kaum Muslimin.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." [Adz-Dzaariyaat: 17-18]

Allah Ta’ala berfirman.

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Rabb-nya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." [As-Sajdah: 16-17]

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman.

"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?..." [Az-Zumar: 9]

Dan Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman.

"Dan pada sebagian malam hari shalat Tahajjud-lah kamu...." [Al-Israa’: 79]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Shalat yang paling utama setelah shalat yang fardhu adalah shalat di waktu tengah malam.” [1]

Keistimewaan Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud memiliki sekian banyak keutamaan dan keistimewaan sehingga seorang penuntut ilmu sangat ditekankan untuk mengerjakannya. Di antara keistimewaannya adalah.

[1]. Shalat Tahajjud adalah sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Sebaik-baik puasa setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat yang fardhu adalah shalat malam.” [2]

[2]. Shalat Tahajjud merupakan kemuliaan bagi seorang Mukmin.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Malaikat Jibril mendatangiku, lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah sekehendakmu karena kamu akan mati, cintailah seseorang sekehendakmu karena kamu akan berpisah dengannya, dan beramallah sekehendakmu karena kamu akan diberi balasan, dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mukmin itu ada pada shalat malamnya dan tidak merasa butuh terhadap manusia.” [3]

[3]. Kebiasaan orang yang shalih.
[4]. Pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.
[5]. Menjauhkan dosa.
[6]. Penghapus kesalahan.

Keempat keutamaan ini (poin 3-6) terangkum dalam sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

"Hendaklah kalian melakukan shalat malam karena ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, ia sebagai amal taqarrub bagi kalian kepada Allah, menjauhkan dosa, dan penghapus kesalahan.” [4]

[7]. Shalat malam adalah wasiat yang pertama kali Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada penduduk Madinah ketika beliau memasukinya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Wahai manusia! Sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah silaturahmi, dan shalatlah di malam hari ketika orang lain sedang tidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.” [5]

[8]. Shalat malam sebagai sebab diangkatnya derajat seseorang. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ketika ditanya tentang tingkatan dalam derajat.

"Memberi makan, ucapan yang santun, dan shalat di malam hari ketika orang lain tidur.” [6]

[9]. Dapat menguatkan hafalan Al-Qur-an, membantu bangun untuk shalat Shubuh, mencontoh generasi terdahulu, dan lainnya.

Shalat Tahajjud Rasulullah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat Tahajjud, baik ketika beliau sedang mukim maupun sedang safar. ‘Aisyah radhiyaallahu ‘anha pernah berkata, “Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat (malam), beliau berdiri hingga telapak kakinya merekah.” Lalu ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Kenapa engkau melakukan semua ini. Padahal Allah Ta’ala telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Lalu beliau menjawab.

“Wahai ‘Aisyah, apakah tidak layak aku menjadi hamba yang banyak bersyukur.” [7]

Shalat Tahajjud Para Salafush Shalih
Diriwayatkan dari Abu Qatadah (wafat th. 54 H) radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu malam, tiba-tiba beliau bertemu dengan Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu yang sedang mengerjakan shalat dengan melirihkan suaranya.” Abu Qatadah berkata, “Kemudian beliau bertemu dengan ‘Umar yang sedang mengerjakan shalat dengan mengeraskan suaranya. “ Abu Qatadah berkata, “Tatkala keduanya berkumpul di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata kepada keduanya, ‘Wahai Abu Bakar, aku telah melewatimu ketika engkau sedang shalat dan engkau melirihkan suaramu.’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya aku telah memperdengarkan kepada Rabb yang aku bermunajat kepada-Nya, wahai Rasulullah.’” Abu Qatadah berkata, “Kemudian beliau bertanya kepada ‘Umar, ‘Aku telah melewatimu, ketika itu engkau sedang mengerjakan shalat dengan mengeraskan suaramu.’” Abu Qatadah berkata, “Lalu ‘Umar menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku telah membangunkan orang-orang yang sedang tidur terlelap dan mengusir syaitan.’ Lalu Nabi bersabda, ‘Wahai Abu Bakar, keraskan suaramu sedikit.’ Dan berkata kepada ‘Umar, ‘Wahai ‘Umar, lirihkan suaramu sedikit."[8]

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam (wafat th. 136 H) rahimahullaah bahwa ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu melakukan shalat malam dalam waktu yang cukup lama hingga di akhir malam beliau membangunkan keluarganya untuk melakukan shalat. Beliau berkata, “Shalatlah kalian! Shalatlah kalian!” Kemudian beliau membaca ayat berikut

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.' [Thaahaa: 132]” [9]

Diriwayatkan dari Ibnu Sirin rahimahullaah, ia berkata, “Isteri ‘Utsman berkata ketika beliau terbunuh, ‘Sungguh kalian telah membunuhnya. Sesungguhnya ia itu (‘Utsman bin ‘Affan, wafat th. 35 H) selalu menghidupkan malamnya dengan Al-Qur-an (dalam shalat malam).’” [10]

Diriwayatkan bahwa Dhirar bin Dhamrah al-Kinani rahimahullaah menyifati ‘Ali bin ‘Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu ketika ia dipanggil oleh Amirul Mukminin Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhuma, ia mengatakan, “Beliau (‘Ali) tidak merasa gembira dengan dunia dan gemerlapnya dan beliau merasa gembira dengan malam dan kegelapannya. Aku bersaksi kepada Allah, sesungguhnya aku pernah melihatnya pada beberapa kesempatan ketika malam telah gelap dan bintang telah tenggelam, beliau telah berdiri miring di tempat shalatnya sambil meraba jenggotnya dan menangis seperti orang yang ditimpa kesedihan. Maka seakan-akan aku mendengarnya mengatakan, ‘Wahai Rabb, wahai Rabb,’ dengan penuh permohonan kepada-Nya.” [11]

Abu ‘Utsman an-Nahdi rahimahullaah mengatakan, “Aku pernah bertamu pada Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu selama tujuh hari. Ternyata dia, isterinya, dan pembantunya membagi malam menjadi tiga. Apabila yang satu telah shalat, lalu membangunkan yang lain.” [12]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda mengenai diri ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.

"Sebaik-baik orang adalah ‘Abdullah, seandainya ia mau shalat malam.” [13]

Sesudah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian, ia tidak banyak tidur di waktu malam. Sebagian besar malamnya ia pergunakan untuk shalat dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Terkadang ia melakukannya hingga menjelang sahur. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada isteri beliau, Hafshah, “Sesungguhnya saudaramu (Ibnu ‘Umar) seorang yang shalih.” [14]

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma mengatakan, “Aku pernah shalat (malam) di belakang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di akhir malam, lalu beliau mengarahkan diriku sejajar dengannya. Tatkala selesai aku berkata, “Apakah pantas bagi seseorang jika ia melakukan shalat sejajar denganmu, padahal engkau adalah utusan Allah.’ Lalu beliau berdo’a kepada Allah agar Dia memberikan kepadaku tambahan pemahaman dan ilmu.” [15]

Mengenai firman Allah Ta’ala, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” Al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, “Mereka hanya sebentar tidur di waktu malam.” Dan mengenai firman-Nya, “Dan di akhir malam mereka memohon ampun.” [Adz-Dzaariyaat: 17-18] Al-Hasan berkata, “Mereka memanjangkan shalat hingga waktu sahur, kemudian mereka berdo’a dan merendahkan diri.” [16]

‘Ali bin al-Husain bin Syaqiq rahimahullaah mengatakan, “Tidak pernah kulihat orang yang lebih pas bacaanya daripada Ibnul Mubarak. Tidak ada yang lebih baik bacaannya dan lebih banyak shalatnya daripada dia. Dia shalat disepanjang malam, baik dalam perjalanan (safar) maupun yang lainnya. Dia mentartilkan bacaan dan memanjangkannya, dia sengaja meninggalkan tidur agar orang lain tidak mengetahuinya saat ia shalat.” [17]

Yahya bin Ma’in rahimahullaah mengatakan, “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih utama daripada Waki’ bin al-Jarrah rahimahullaah, dia tekun melakukan shalat, menghafalkan banyak hadits, sering shalat malam, dan banyak berpuasa.” Puteranya, Ibrahim, berkata, “Ayahku shalat malam dan semua penghuni rumah, sampai pembantu kami, juga ikut shalat.” [18]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
»»  Baca Selengkapnya...

Keutamaan Shalat Dhuha

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada suri tauladan kita, Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang setia mengikutinya sampai datang hari kiamat, amin.

Para pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, dalam edisi ini insya Allah akan kami uraikan perkara yang berkaitan dengan shalat Dhuha. Semoga sedikit yang disampaikan ini bisa menggugah hati kita untuk mau membiasakan diri melaksanakannya, amin.

DEFINISI DAN KEUTAMAANNYA

Dhuha secara bahasa artinya waktu terbitnya matahari atau naiknya matahari. Sedangkan menurut istilah ahli fiqih, dhuha adalah waktu antara naiknya matahari sampai menjelang zawal (tergelincir matahari). Jadi shalat Dhuha artinya shalat sunnah yang dilakukan pada waktu antara naiknya matahari sampai menjelang zawal.

Banyak hadist yang menjelaskan tentang keutamaan shalat Dhuha, diantaranya hadist dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap ruas jari salah seorang di antara kalian wajib untuk disedekahi setiap hari. Maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, mengajak kepada kebaikan adalah sedekah, dan mencegah dari kemungkaran juga sedekah. Dan semua itu bisa tercukupi (setara) dengan dua raka’at yang dia lakukan di waktu Dhuha.”[1]

Dalam hadist yang lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Dalam tubuh manusia ada 360 ruas tulang. Maka wajib baginya setiap hari untuk menyedekahi atas masing-masing ruas tulang tadi dengan suatu sedekah.” Para sahabat bertanya, ‘Siapa yang mampu melakukannya, wahai Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Dahak yang kamu lihat di dalam masjid lalu kami menimbunnya, atau sesuatu yang (mengganggu) kamu singkirkan dari jalan (termasuk sedekah), kemudian apabila kamu tidak mampu, maka dua raka’at di waktu Dhuha sudah mencukupi bagimu.” [2]

Dalam hadist yang lain dijelaskan :

“Shalatnya orang yang bertaubat adalah ketika anak unta mencari tempat yang teduh.” [3]

HUKUM SHALAT DHUHA

Ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat Dhuha :

1. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa shalat Dhuha hukumnya sunnah secara mutlak, dan sebaiknya seseorang bisa membiasakannya setiap hari. Mereka berdalil beberapa hadist, diantaranya :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : “Kekasih saya (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah berwasiat kepada saya dengan tiga perkara : Puasa tiga hari dalam setiap bulan, shalat dua raka’at di waktu Dhuha, dan shalat Witir sebelum tidur.” [4]

Dan juga keumuman hadist yang menjelaskan keutamaan shalat dhuha, khususnya hadist yang menjelaskan bahwa shalat Dhuha bisa mengganti kewajiban sedekah atas setiap ruas tulang setiap harinya.

Dan juga keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dikerjakan secara berkelanjutan meskipun sedikit.” [5]

2. Disunnahkan dilakukan kadang-kadang, tidak terus menerus. Diantara dalil yang dipakai pendapat ini adalah :

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak meninggalkannya. Dan beliau juga meninggalkan shalat Dhuha sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak mengerjakannya.” [6]

Fulan bin Jarud berkata kepada Anas radhiyallahu ‘anhu : “Apakah Nabi shalat Dhuha ?” Dia menjawab, “Saya tidak melihat beliau melakukan shalat Dhuha selain hari tersebut.” [7]

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Sungguh apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan suatu amalan padahal beliau senang melakukannya, maka itu karena beliau khawatir manusia akan ikut melakukannya lalu diwajibkan atas meraka. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melaksanakan shalat Dhuha sama sekali, tapi aku sendiri sungguh melakukannya.” [8]

3. Tidak disunnahkan kecuali apabila ada sebabnya, seperti ketika seseorang luput shalat malam maka disunnahkan baginya untuk mengqadha’-nya diwaktu Dhuha. Diantara dalil yang menunjukkan pendapat ini :

a. Apa yang diceritakan Ummu Hani’ bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumahnya pada waktu Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan shalat delapan raka’at di waktu Dhuha.[9]

Mereka mengatakan :’Shalat delapan raka’at yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan oleh Fathu Makkah, dan kebetulan dilakukan di waktu Dhuha’.

b. Kisah shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah ‘Itban bin Malik ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diundang datang ke rumahnya untuk melaksanakan shalat, yang akhirnya tempat shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dijadikan sebagai musholla (tempat shalat), dan shalat yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertepatan di waktu Dhuha.[10]

c. Aisyah radhiyallahu ‘anha menjelaskan ketika ditanya Abdullah bin Syaqiq : “Apakah RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha ?” maka dia menjawab, “Tidak, kecuali apabila beliauShallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari bepergian.”[11]

Dari tiga pendapat diatas, pendapat yang lebih mendekati kebenaran insya Allah pendapat yang pertama, yaitu disunnahkan shalat Dhuha secara mutlak, dan juga disunnahkan untuk dibiasakan setiap hari, berdasarkan keumuman hadist yang memberikan dorongan untuk melaksanakan shalat Dhuha. Terlebih lagi hadist yang menjelaskan bahwa shalat Dhuha bisa menggantikan 360 sedekah atas ruas tulang manusia yang setiap harinya wajid disedekahi.

Adapun berkaitan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau tidak membiasakannya setiap hari, maka ini bukan berarti shalat Dhuha tidak disyari’atkan. Sebab kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambukanlah merupakan syarat disyar’atkannya suatu amalan. Oleh karena itulah Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :“Dan tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha sama sekali, tapi aku sendiri benar-benar melakukannya.”[12]

WAKTU DAN JUMLAH RAKA’AT

Waktu shalat Dhuha diawali sejak naiknya matahari, yaitu sekitar ¼ jam setelah munculnya matahari sampai menjelang zawal (tergelincirnya matahari), selagi belum masuk waktu terlarang untuk shalat. Dan sebaiknya seseorang yang ingin melaksanakan shalat Dhuha agar mengakhirkan waktunya sampai sengatan terik matahari terasa panas, berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Shalatnya orang-orang yang bertaubat adalah ketika anak unta mencari tempat yang teduh.” Dan ini biasanya terjadi menjelang zawal.

Shalat Dhuha minimalnya dua raka’at, tanpa ada perselisihan di kalangan ulama. Hal ini berdasarkan hadist yang disampaikan di muka : “Dan semua itu bisa tercukupi (setara) dengan dua raka’at yang di lakukan di waktu Dhuha.”[13] dan juga berdasarkan wasiatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu untuk tidak meninggalkan dua raka’at di waktu Dhuha.

Namun mereka berselisih pendapat tentang batas maksimalnya. Ada yang berpendapat maksimal adalah delapan raka’at, berdasarkan hadist dari Abdurrahman bin Abin Laila radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Tidak ada seorang pun yang mengabarkan kepada saya bahwasanya dia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha kecuali Ummu Hani’. Sesungguhnya dia menceritakan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumahnya pada waktu Fathu Makkah, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan raka’at [14]

Dan ada yang berpendapat maksimalnya dua belas raka’at, berdasarkan hadist dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa shalat Dhuha dua belas raka’at, maka Allah akan membangunkan istana untuknya di surga kelak.”[15]

Dan diantara mereka ada yang berpendapat tidak ada batas maksimalnya. Dan inilah pendapat yang lebih benarinsya Allah, berdasarkan hadist dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha empat raka’at dan beliau menambah (jumlah raka’atnya) sesuai kehendak Allah.” [16]

Adapun penjelasan Ummu Hani’ bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan raka’at pada saatFathu Makkah, maka sebagian ulama menjelaskan bahwa shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamwaktu itu adalah shalat Fath, bukan shalat Dhuha. Anggaplah shalat itu adalah shalat Dhuha, maka jumlah delapan raka’at yang dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu tidak menunjukkan pembatasan, tapi merupakan kejadian tertentu atau kebetulan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalatnya delapan raka’at.

Wallahu a’lam bish shawab.

Sumber: Majalah Almawaddah, vol. 36 Edisi Khusus Dzulhijjah 1431 H-Muharram 1432 H, November 2010 –Januari 2011
»»  Baca Selengkapnya...