Wajib Mengawali Perubahan

Oleh: Tate Qomaruddin, Lc.

Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap Nabi mempunyai sahabat dan hawari yang selalu berpegang teguh dengan petunjuknya dan mengikuti sunnahnya. Lalu muncullah generasi pengganti (yang buruk) yang (hanya) mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa yang berjuang (untuk meluruskan) mereka dengan tangannya maka dia adalah mukmin. Dan barang siapa yang berjuang dengan lidahnya maka ia adalah mukmin. Dan barangsiapa berjuang dengan hatinya maka ia adalah mukmin. Dan tidak ada di belakang itu keimanan sedikit pun.” (Muslim)
Hadits Rasulullah saw. di atas menegaskan beberapa hal. Pertama, akan selalu terjadi perubahan pada kaum muslimin. Kedua, perubahan itu bisa menuju ke arah yang buruk. Ketiga, seorang mukmin harus berjuang untuk mengawal perubahan ke arah kebaikan dan perbaikan.

Dakwah adalah proyek mewujudkan perubahan. Pimpinan proyeknya adalah Rasulullah saw. Ordernya dari Allah swt. Makanya ketika Rasulullah saw. dimi’rajkan ke Sidratul-Muntaha, beliau tidak minta tetap tinggal di sana. Padahal beliau bisa menikmati ibadah, bertemu dengan para nabi yang diutus sebelum beliau, dan bahkan menjadi imam mereka. Beliau tetap turun lagi dan menjadi penghuni bumi yang sarat dengan berbagai tantangan dan persoalan. Ini karena beliau memang mendapat tugas untuk melakukan perubahan. Dan Rasulullah saw telah melakukannya dengan sukses. Hal ini dijelaskan dalam ayat-Nya: “Sungguh Allah telah benar-benar memberi karunia kepada orang-orang mukmin karena Dia telah mengutus pada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (Sunnah), meskipun mereka sebelum itu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (Ali ‘Imran: 164)
Ayat itu menjelaskan bahwa Rasulullah saw. telah menjalankan proyek perubahan dan telah sukses dalam perjuangan melakukan perubahan itu. Proyek ini dimulai dengan pembangunan pondasi berupa individu-individu Muslim. Di atas pondasi itu dibangun keluarga-keluarga Islam. Dari keluarga-keluarga Islami terbentuklah masyarakat Islami. Dan itu semua merupakan bekal untuk dakwah melakukan perbaikan terhadap pemerintahan agar menjadi pemerintahan yang Islami. Tidak hanya sampai di situ saja. Dakwah juga terus bergerak untuk mengembalikan khilafah Islamiyyah. Dan dengan begitulah umat Islam akan menjadi guru peradaban bagi seluruh umat manusia atau yang sering diistilahkan dengan ustadziyyatul-‘alam.

Atas dasar itu, maka tidak boleh umat Islam tinggal diam dengan tidak memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi. Perubahan adalah sunnatullah. Perubahan akan terus bergulir. Jika tidak menuju yang baik pasti menuju keburukan. Jika bukan orang baik-baik yang mempengaruhi maka pasti orang-orang buruk yang melakukannya. Dan tanpa kesertaan orang-orang yang baik maka akan muluslah perusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk berkontribusi dan mengawal perubahan agar mengarah kepada perbaikan dalam segala sektor, di antaranya:

Pertama, mempersembahkan waktu, tenaga, harta untuk kemaslahatan Islam, umat Islam, dan umat manusia pada umumnya. Allah swt. Berfirman: “Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (At-Taubah: 120)
Ayat di atas memberikan informasi bahwa Allah tidak suka kepada orang yang berdiam diri dan tidak terlibat dalam perjuangan. Allah menyebutnya bahwa perbuatan itu tidak layak. Dan sebaliknya, kepada orang yang terlibat dalam perjuangan di jalan Allah untuk menyebarkan kebaikan dan hidayah Allah swt. dengan apa pun yang dimilikinya, Allah menjanjikan segala yang dilakukannya akan bernilai amal saleh. Tidak ada yang sia-sia dari orang yang berjuang di jalan Allah, sekecil apa pun perjuangannya.

Kedua, menghadirkan emosi dan semangat yang kuat untuk kejayaan Islam dan umatnya dan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat seluas-luasnya. Berbahagia saat Islam mendapatkan kemenangan-kemenangan dan merasa sedih bila Islam mendapatkan tekanan dan umat Islam mendapat ujian. Ia tidak rela bila Islam dihinakan dan bila kaum muslimin diinjak-injak. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, ia tidak termasuk golongan mereka.”
Perubahan hanyalah terjadi atas perkenan Allah swt. Dan manusia hanya bisa merencanakan dan memperjuangkan. Namun sebelum itu semua manusia harus memiliki semangat dan optimisme bahwa perubahan bisa terjadi. Jika dari awal kita sudah pesimis dan mengatakan bahwa keadaan tidak mungkin berubah, berarti kita sudah kalah sebelum bertarung. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan, “Aku (Allah) tergantung prasangka hamba-Ku terhadap-Ku.”

Ketiga, tidak cukup hanya emosi dan semangat itu. Banyak orang yang punya semangat menggebu-gebu untuk melakukan perubahan, namun yang keluar dari dirinya hanyalah umpatan, cacian, dan makian terhadap keadaan. Emosi dan semangat yang produktif adalah yang membawa seseorang untuk berpikir keras dan bekerja cerdas dalam rangka mencari jalan keluar dari segala problem yang merundung umat dan bangsa. Ia rela menjadikan dirinya sebagai bagian dari solusi dan bukannya menjadi masalah. Bahkan bila hal itu membuatnya menjadi “korban”.

Keempat, memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; menyeru manusia kepada jalan Islam dan jalan dakwah dengan cara hikmah dan nasihat yang baik. Itulah sifat yang melekat pada orang beriman dan tidak mungkin terpisahkan. “Dan orang-orang beriman laki-laki dan orang-orang beriman perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagiian lain, mereka memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” (At-Taubah: 71)

Dalam kondisi apa pun amar ma’ruf dan nahi munkar tidak boleh diabaikan. Tidaklah sebuah kaum meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar melainkan pasti mereka menjadi kaum yang hina. Firman Allah, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Maidah: 78-79)

Kelima, mengatakan yang benar di depan penguasa yang zhalim agar mereka tidak secara semena-mena menjalankan kekuasaan hanya menurut hawa nafsunya. Agar penguasa memimpin dengan penuh keadilan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Rasulullah bersabda, “Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zhalim.” (Al-Bukhari). Dalam hadits lain beliau bersabda, “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdil-Muthalib dan orang yang berdiri di hadapan penguasa yang zhalim seraya memerintahnya (kepada yang ma’ruf) dan mencegahnya (dari yang munkar) lalu ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.” (Majma’uz-Zawaid 9: 271)
Jadi, jika kita melihat ada peluang untuk melakukan perubahan, jangan biarkan berlalu begitu saja. Apalagi membiarkannya dikendalikan oleh orang-orang yang menghendaki keburukan dan penyimpangan. Allahu a’lam.
Setelah Membaca, Ayo Berbagi:
»»  Baca Selengkapnya...

Biarkan Dakwah Membuka Pintu Cahayanya

Oleh: Fajar Fatahillah
 Izinkan saya bercerita tentang anak manusia, tentang seorang teman, dan guru yang luar biasa.
Seorang anggota dewan yang bersahaja, yang tidak meninggalkan aktivitas lamanya sebagai pedagang di pasar, yang selalu dekat dengan masyarakat dan peduli terhadap masalah lingkungannya.
Pernah suatu ketika ada tukang becak yang membutuhkan biaya untuk sekolah anaknya, dia datang ke rumah anggota dewan tersebut, awalnya ia ragu, karena rumah anggota dewan ini tidak seperti rumah layaknya anggota dewan, dindingnya saja dari tripleks, atapnya bocor, sehingga kalau hujan basah ke dalam rumah.
Namun, tukang becak tadi diajak masuk oleh anak pemilik rumah sebutlah namanya Imam, dan setelah cerita perihal keperluannya, Imam tanpa ragu memberikan semua uang yang akan digunakan kampanye kepada tukang becak tersebut.
Pernah suatu ketika, Umu Imam berencana memperbaiki rumahnya, namun Imam menolak, karena takut menjadi fitnah.
Sarana negara pun digunakan untuk keperluan rakyat, seperti mobil yang sering digunakan untuk mengantar tetangga dan masyarakat yang membutuhkan, imam sendiri yang menjadi sopirnya.
Kisah lainnya dari pak Dede, anggota dewan yang bersahaja, adalah selalu melakukan kunjungan dan memberi bantuan meski ke daerah basis lawan politiknya, ke daerah yang bukan daerah pemilihannya.
Di tengah kesibukannya, beliau masih mengurus lembaga atau yayasan yang menjadi magnet dakwah di lingkungannya, yayasan ini telah berkembang dari semula hanya membuka pendidikan TK, sekarang sudah membuka pendidikan SMPIT dan lembaga tahfizh.
Satu hal yang ingin beliau bangun adalah lembaga pendidikan islami yang terjangkau bagi masyarakat, bahkan yang gratis sama sekali.  Beliau ingin memberikan pelayanan berupa pendidikan kepada kader-kader yang kurang mampu dalam mendidik anak-anaknya.
Semoga Allah memberikan keistiqamahan kepada beliau dan keluarga.
—-
Ikhwah Fillah,
Biarkan dakwah membuka pintunya dan menyebarkan cahayanya melalui kontribusi nyata.
Rumah yang sederhana yang selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin berkonsultasi.
Biarkan ia tetap terbuka agar dakwah masuk dengan cepatnya.
Memberi dan menolong siapa yang membutuhkan bahkan mereka adalah lawan atau bahkan musuh kita.
Biarkan dakwah membuka lebar pintu kebaikannya menyebar tanpa batas.
Biarkan dakwah dengan kesederhanaannya, yang membuat lebih mudah dan tidak banyak menjadi fitnah.
Biarkan dakwah menjadi magnet sejarah, dengan kontribusi nyata tanpa banyak retorika, membangun peradabannya dengan sarana yang ada, pendidikan, keterampilan, olahraga dan lain sebaiknya. Biarkan dakwah terasa begitu dekat dan nyata.
Biarkan dakwah membuka pintunya dan menyebarkan cahayanya kepada siapa saja,
Maka mereka akan dengan mudah menerima panggilannya,
Tidak perlu dengan harta, tahta, ataupun janji-janji belaka,
Cukup dengan kontribusi nyata dan terbuka kepada siapa saja,
Maka, dakwah akan menyebar dengan cepatnya.
Insya Allah
Untuk guru dan sahabat terbaikku, semoga Allah mudahkan jalan dakwahnya, mudah dalam istiqamah dijalanNya.

Setelah Membaca, Ayo Berbagi:


 

»»  Baca Selengkapnya...

Disaat Masalah Memuncak: Bersyukurlah, Maka Semua Akan Baik-Baik Saja


Pernahkah kita menemui masalah dimana tidak ada jalan keluar, semua cara berakhir dijalan buntu..?
Ya selaku manusia biasa dan normal itu kemungkinan terjadi atau akan terjadi pada diri kita.

Jika saat ini anda mengalami masalah seperti itu, dan anda mencari solusi, iseng-iseng cari di google dengan kata kunci “cara mengatasi masalah” dan anda menemukan tulisan ini, maka itu adalah satu cara bijak.
Karena adanya keinginan anda mengatasi masalah bukan menghindarinya. Dan ingatlah, bukan anda saja yang pernah mengalami sperti itu, tetapi banyak orang termasuk saya. Itu adalah hal wajar sebagai manusia normal.

Satu solusi yang tepat pada keadaan seperti ini yang diperlukan dari anda adalah pengendalian diri dari pikiran anda. Cobalah bagi pikiran anda yang saat ini memang berkecamuk. Jangan hanya memikirkan efek dari masalah, tetapi pikirkan juga bahwa ini adalah hal biasa dan akan berlalu.

Bersyukur adalah kuncinya. Apa masalah anda..? Kesehatan anda atau keluarga yang sedang parah-parahnya, Keuangan yang diperlukan memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak, Jabatan, Harga diri, Percintaan yang menyakitkan atau apa saja.

Jika anda bersyukur, semua akan terasa aman dan anda akan baik-baik saja. Dengan bersyukur mungkin masalah anda tidak terpecahkan dengan cara seperti yang anda inginkan, tetapi akan terobati dengan jalan lain yang intinya tetap membawa hikmah anda akan baik-baik saja.

Misalnya masalah anda adalah percintaan dengan kekasih yang sedang kacau-balaunya. Pikiran anda saat membaca tulisan ini berada pada level tegangan tinggi. Maka coba sejenak anda bersyukur atas apa yang dilmiliki dan sedang terjadi.  Syukuri masalah ini terjadi disaat anda dalam keadaan sehat fisik dan psikis, syukuri anda tahu akibat kesalahan anda membawa dampak yang hebat bagi kekasih yang nantinya bisa anda rubah dan tidak akan ulangi, dan jika kekasih ternyata tega meninggalkan anda, syukuri bahwa anda tahu lebih awal bagaimana sikapnya, sehingga tidak berjalan terlalu jauh, karena anda akan bisa mendapatkan penggantinya lebih sempurna, tidak memiliki sifat seperti yang baru saja meninggalkan anda.

Atau yang paling banyak masalah anda terkait dengan keuangan. Misalnya anda dengan gaji pas-pasan, utuk menutupi kebutuhan hidup saja telah tercatat hutang dimana-mana, disaat yang sama, pada awal semester satu atau dua orang anak anda harus membayar uang kuliah semester sementara uang anda tidak ada dan hutang dimana-mana. Tidak ada peluang lagi untuk meminjam kepada orang terdekat, sementara anak-anak meminta terus karena memang itu hal wajib juga untuk dipenuhi.

Pada saat seperti ini, cobalah santai sejenak, manjakan dan puji usaha anda. Masalah yang sedang anda hadapi adalah karena suatu cita-cita keinginan untuk lebih baik. Dalam hal ini bagaimana agar anak bisa menjadi seorang sarjana walau keadaan keuangan anda sebenarnya tidak memungkinkan.

Bersyukurlah anda telah diberi kesempatan berjalan dijalur yang seharusnya anda tidak mampu, tapi kenyataanya sekarang anda berada pada jalur itu walau tertatih-tatih. Jadi hal wajar pengorbanan yang tersa pahit akan anda hadapi. Bisa saja masalah ini tidak aka ada, asalkan anak anda tidak kuliah dan tidak ada harapan baginya untuk jadi sarjana. Jadi tetaplah bersyukur, karena usaha dan pengorbanan anda akan dibayar dengan hasil yang setimpal sesuai cita-cita anda, apapun itu. Sebagai perbadingan lihatlah orang lain yang anda kira hidupnya senang tanpa ada tekanan. Itu mengapa..? Karena mereka tidak dalam proses menjalankan suatu rencana. Mereka akan anda kalahkan disaat anda nantinya memetik hasil.

Bagaimana jika masalah datangnya dari kesalahan diri sendiri..? tetaplah gembira, anda melakukan kesalahan itu karena tidak mengira akan begini dampaknya, tau anda sudaha tahu dampaknya tetapi tidak mengira bagaimana sakitnya. Ya itu adalah satu hal wajar yang harus anda terima sesuai dengan kesalahan anda. Tetapi bukan suatu akhir hidup anda, namun menjadi awal merubah perilaku negative. Bersyukurlah dengan kejadian ini menyadarkan anda untuk lebih baik kedepannya walau harus memulai dari awal, itu adalah yang terbaik.
 
Setelah Membaca, Ayo Berbagi :
»»  Baca Selengkapnya...

Antara Waktu, Kesuksesan dan Kegagalan

Sukses itu di depan mata. Kegagalan juga sejajar dengannya. Kita tinggal memilih berhasil atau gagal. Tidak ada yang melarang atau mendorong untuk memilih kedua pilihan itu. Yang menentukan adalah kita sendiri.


Untuk menjadi orang yang berhasil ATAU gagal,
sama-sama membutuhkan waktu.
Orang yang berhasil pada usia 40 tahun, bisa gagal pada usia itu jika dia menelantarkan 40 tahun dari hidupnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk berhasil
SAMA dengan waktu yang dibutuhkan untuk gagal.
Orang yang tidak menggunakan waktunya
untuk berhasil, sedang menggunakan waktunya
untuk menggagalkan dirinya sendiri. (Mario Teguh)

Ya benar sekali, karena waktu adalah sesuatu yang tidak mengenal perasaan, belas kasihan, pilih kasih dan sifat-sifat lain yang kita harapkan bisa membela kekurangan kita, atau tidak juga memiliki sifat yang ingin mencelakakan kita. Ia akan berjalan terus sesuai arahnya mengiringi perjalanan hidup kita dengan umur yang semakin bertambah.

Pilihan bijak jika kita memanfaatkan waktu, dalam proses perjalanan umur yang kurang dari 100 tahun. Mari memilih, mari menentukan nasib jangan menunggu waktu, karena waktu bukan teman sejati bukan juga musuh pengancam.

Apakah saat ini kita merasa telah sukses..? Coba lah berpandangan luas, pandang keluar seluas-luasnya. Ternyata sukses kita hanya secuil disbanding sukses orang lain. Kita harus tetap berkarya, mengambil peluang yang ada memanfaatkan waktu setepat mungkin.

Atau apakah saat ini kita terjebak dalam kemiskinan..? Pandang juga seluas-luasnya, mengapa kita miskin padahal peluang begitu banyak dengan waktu yang selalu memberi jalan. Jangan sampai kita mempertahankan kemiskinan dengan alas an kemiskinan.

Untuk memanfaatkan waktu, pikiran, tindakan dan pengendalian yang kita perlukan.

Setelah Membaca, Ayo Berbagi :
»»  Baca Selengkapnya...

3 (Tiga) Langkah Berpikir Yang Bisa Meluarbiasakan Atau Membinasakan

3 (Tiga) Langkah Berpikir Yang Bisa Meluarbiasakan Atau Membinasakan

1. Malam menjelang tidur, pikirkan apa action hari ini yang telah dilakukan untuk lebih baik daripada hari yang baru saja berlalu.
Atau biasa tidak perlu dipikirkan?

2. Pagi sebelum sarapan, pikirkan apa action yang bisa dilakukan untuk lebih baik daripada kemarin.
Atau biasa juga tidak perlu dipikirkan?


3. Sekarang kamu lagi action, pikirkan apakah ini satu tindakan yang sesuai dengan yang kamu pikirkan semalam sebelum tidur dan tadi pagi sebelum serapan dimana goalnya untuk terus lebih baik ke hari yang akan datang.

Atau merasa juga ini tidak perlu dipikirkan?

Hidup adalah action, prestasi hidup tergantung bagaimana melakukan action.
Sedangkan kontrol melakukan action adalah pikiran.

Tanpa berpikir, maka kamu akan merasa biasa dalam kebiasaan.
Tanpa kontrol pikiran, malam selesai berdoa mungkin langsung pulas.
Pagi setelah serapan mungkin bergegas seperti pagi-pagi sebelumnya.
Dan disaat bertindak merasa biasa saja dengan tindakan-tindakan yang setiap hari itu biasa dilakukan. Mononton, mengikuti alur kemana arah.

Dengan berpikir, akan mengubah alur kemana arah biasa, karena akan tau ternyata arah lain bisa meluarbiasakan.

Tergantung bagaimana kita berpikir, dan apa pun itu antara dua pilihan: kebiasaan menolak yang biasa-biasa yang bisa meluarbiasakan, atau pilihan kedua kebiasaan merasa cukup dengan biasa-biasa saja yang membinasakan.

Setelah Membaca, Ayo Berbagi:

»»  Baca Selengkapnya...

Dua Perkara: Niat dan Persatuan

Ada dua perkara yang harus selalu ditegakkan para dai dalam berdakwah: meluruskan niat dan merapatkan barisan.

Niat adalah hal yang sangat mendasar dalam ajaran Islam. Seluruh amal perbuatan kita tanpa niat tidak akan diterima Allah swt. Bahkan, niatlah yang menjadi pembeda mana amal yang bersifat ibadah dan mana yang bukan. Mandi pagi bisa bernilai ibadah, bisa juga hanya rutinitas sehari-hari, itu tergantung apa yang kita niatkan saat melakukannya.

Karena itu, meluruskan niat merupakan perkara yang mendasar. Apakah niat kita dalam berdakwah? Sudahkan Lillahi Ta’ala. Ikhlas hanya mengharapkan mardhatillah, keridhaan Allah. Bukan karena mengincar jabatan, kekayaan, popularitas, atau mengejar wanita yang ingin diperistri, seperti yang
 diilustrasikan Rasulullah saw. dalam hadits tentang niat.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا
أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan. (Bukhari)
Jika niat kita ikhlas Lillahi Ta’ala, maka itulah perjanjian kita di hadapan Allah swt. Lantas, sudahkan kita teguh dengan al-ahd (perjanjian) itu? Allah swt. mengabarkan kepada kita tentang para dai sebelum kita. Mereka memiliki keteguhan dalam memegang janjinya. “Diantara orang-orang mukmin itu ada golongan yang membenarkan janjinya kepada Allah, sebagian diantaranya telah menunaikan janjinya (dengan menemui kesyahidan) dan sebagian lagi masih menanti, tanpa mengubah janji itu sedikitpun”. (Al Ahzab: 23)

Karena itu, tak salah jika kita selalu mengulang-ulang ikrar keikhlasan janji kita di setiap kali menunaikan shalat, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku untuk Allah Pencipta alam semesta.” (Al-An’am: 162). Secara sadar kita meluruskan niat kita dalam sehari setidaknya lima kali.
Benarkah seluruh kehidupan kita akankah kita korbankan untuk kehidupan tak ada batasnya di akhirat nanti? Atau, hanya untuk mengejar kedudukan di dunia? Orang yang cerdas pasti tidak mau. Sebab, kita tahu nilai dunia itu tidak seberapa. Kata Nabi saw.,

لَوْ كَانَتْ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Seandainya dunia ini ditimbang, maka nilainya di sisi Allah sama seperti salah satu sayap nyamuk. Allah tidak akan memberikan di dunia ini, walaupun seteguk air saja, untuk orang-orang yang ingkar.” (H.R. Tirmidzi, no. 2242, shahih gharib)

Selain itu, dari ayat 23 surat Al-Ahzab, kita juga mengambil pelajaran bahwa al-istimroriyah, kontinuitas di jalan dakwah, adalah termasuk dalam salah satu perjanjian kita di hadapan Allah. Dan memang begitulah yang dicontohkan oleh para dai generasi awal Islam yang dibimbing oleh Rasulullah saw. Mereka tidak kenal lelah dan putus asa. Sahabat-sahabat Nabi saw. menjalani setiap fase dakwah berikut cobaan demi cobaan berat yang harus mereka lalui.

Kepada mereka, Rasulullah saw. menceritakan pengalaman dai generasi sebelumnya. Mereka ada yang digergaji, tetapi mereka tetap sabar. Itu bukan untuk menganggap kecil cobaan yang dihadapi oleh para sahabat. Fitnah yang mereka terima bukan hanya berupa intimidasi kata-kata, tetapi sudah berlumuran darah.

Apa yang membuat para sahabat bisa demikian teguh di medan dakwah? Husnu tsiqah dan bersandar terus kepada Allah Ta’ala lah yang memberikan ketenangan kepada mereka semua untuk terus langkah. Dengan begitu mereka bisa tenang dan tegar, meski zaman ini cepat sekali berubah tanpa terasa. Seorang tabi’in (generasi setelah sahabat Nabi) berkata, “Ayahku bercerita kepadaku: ‘Aku melihat Romawi menjatuhkan Persia, kemudian aku melihat pula Persia menjatuhkan Romawi. Dan, akhirnya aku melihat Islam meruntuhkan kedua-duanya hanya dalam waktu 15 tahun saja”. Tumbangnya Persia dan Romawi oleh kekuatan Islam hanya memakan waktu tak lebih dari 15 tahun. Begitulah capaian dakwah yang diasung oleh dai-dai yang ikhlas, teguh dalam memegang perjanjiannya dengan Allah, dan beramal secara kontinu tiada henti. Itulah buah dari kekuatan iman.
Namun bila hasil dakwah yang ditargetkan tidak seperti yang diharapkan, seorang dai masih bisa berharap mudah-mudahan kecapaian dan kelelahannya dalam berdakwah semuanya dihitung di sisi Allah Ta’ala, sekurang-kurangnya sebagai kaffaratun li adz dzunub (menghapus dosa). Begitulah yang disabdakan Rasulullah saw. dalam hadits nomor 5210 yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kekhawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya.”
Bukankah penghapusan dosa itu sudah lebih bagus daripada sekadar mendapat jabatan dunia. Khairun min ad-dunya wa maa fiiha (lebih baik dari dunia dan seisinya). Setiap hari berapa dosa yang kita pikul? Jika Allah mengampuninya, itu lebih baik dari segala-galanya.
*****
Perkara yang kedua yang harus selalu dilakukan oleh para dai adalah merapatkan barisan. Hal ini harus menjadi visi para dai bahwa mereka punya peran sebagai perekat umat. Karena itu, setiap dai harus punya spirit “kita bergabung dan bertemu menjadi kokoh dalam satu barisan tanpa merasa diri paling benar (‘ala ghairil ashwab), itu jauh lebih baik daripada kita terpisah-pisah dalam posisi merasa diri paling benar (ashwab)”. Begitulah perintah Allah swt. kepada kita.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran: 103)
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
 seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaf: 4)

Suatu ketika beberapa orang sahabat datang kepada Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah. “Kami semua makan, ya Rasulullah, tapi tidak pernah merasa kenyang,” kata sahabat. Coba perhatikan, bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada kita suatu adab dan akhlak yang baik. Apa jawab Rasulullah atas pertanyaan sahabat tadi?
“Boleh jadi kamu makan sendiri-sendiri?” Beliau bertanya lebih lanjut. Maka, sahabat kemudian menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah bersabda: “Kullu (kalian diharuskan untuk makan) mujtami’in (bersama-sama) fa inna al barakah ma’al jama’ah (karena keberkahan selalu beserta mereka yang berjamaah).” Istilah al-jamaah yang dimaksudn adalah jama’atul muslimin. Untuk makan saja Rasulullah saw. menyuruh kita untuk berjama’ah, apalagi untuk berdakwah. Karena itu, para dai harus berperan sebagai penggalang persatuan umat. Apapun kekurangan yang terdapat dalam tubuh umat, itulah kondisi faktual yang harus kita perbaiki dalam kebersamaan. Para dai harus mengajak semua komponen umat untuk bersatu memperbaiki segenap kekurangan yang ada di tubuh umat ini.

Memang sulit menyatukan umat dalam satu barisan yang kokoh. Tapi, apa pun yang bisa kita capai dan itu belum termasuk kategori menggembirakan hasilnya, itu bukan sebuah kegagalan. Kita semua menyadari dalam kamus seorang dai tidak ada ada entri kata “kekalahan”. Para dai selalu “menang”, bila tidak di dunia, maka kemenangan di akhirat. Orang boleh menilai agenda penyatuan umat yang kita dakwahkan tidak membuahkan hasil yang signifikan, tetapi kita melihat kenyataan itu sebagai perkara yang paling baik buat kita semua saat ini.

Bisa jadi itu juga cara Allah swt. menguji keteguhan kita dalam berdakwah. Tujuannya adalah untuk memberi motivasi dan dorongan kita agar semakin gigih dalam berdakwah. Sa’id Hawwa dalam bukunya “Al Madkhal” bercerita tentang berbagai ujian. Ia mengatakan, ”Man lam yakun lahu bidayah muhriqah laisa lahu nihayah musyriqah.” Barangsiapa tidak memulai dengan muhriqah (sesuatu yang membuat terbakar, penuh semangat dan kesusahan), maka tidak akan mendapat akhir yang musyriqah (cemerlang).”

Semoga kita bisa menegakkan dua perkara ini dalam keseharian aktivitas dakwah kita. Amin.

Sumber : Dakwatuna.com

Setelah Membaca, Ayo Berbagi:

»»  Baca Selengkapnya...